DECEMBER 9, 2022
Gaya Hidup

CEO Youthlab, Axel Hadiningrat: Kebudayaan Digital Tuntun Bangsa Mencapai Indonesia Emas 2045

image
Tangkapan layar - CEO Youthlab Indonesia Axel Hadiningrat dalam diskusi daring, di Jakarta, Jumat, 14 Juni 2024. ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti

ORBITINDONESIA.COM - Youthlab Indonesia menilai, kebudayaan digital yang berlandaskan nilai Pancasila dapat menuntun bangsa untuk mencapai target Indonesia Emas tahun 2045. Hal itu dikatakan CEO-nya, Axel Hadiningrat.

“Berbudaya digital itu bukan hanya akhirnya Pancasila bisa mencerdaskan individu anak muda Indonesia, tapi juga kritis dalam membaca perkembangan teknologi ke depan,” kata CEO Youthlab Indonesia, Axel Hadiningrat dalam diskusi daring, di Jakarta, Jumat, 14 Juni 2024.

Axel Hadiningrat menuturkan, saat ini teknologi digital yang berkembang dengan pesat amat mempengaruhi karakter anak bangsa di masa depan. Bila tidak tertangani atau diabaikan, akan terbentuk pola perilaku yang mungkin akan merugikan negara di masa depan.

Baca Juga: UMKM di Aceh Diminta BSI Agar Terbiasa dengan Transaksi Secara Digital, Salah Satunya Pakai QRIS

Hal tersebut dapat dibuktikan dalam penelitian yang pihaknya lakukan selama kurang lebih 15 tahun. Pihaknya mendapatkan beberapa temuan, di antaranya kini anak-anak muda di Indonesia cenderung tidak ingin tertinggal mengikuti sebuah tren (fomo).

Kemudian, ada fenomena di mana anak muda banyak yang kecanduan bermain gim online, yang membangkitkan hasrat mereka untuk terus bermain mendapatkan sebuah penghargaan atau hadiah, sehingga muncul rasa cemas pada dirinya.

Bila perilaku bermain gim ini tidak dibatasi atau diubah, Axel khawatir di masa depan anak-anak akan dengan mudah terseret judi online, karena sudah terbiasa dengan struktur level dari tiap gim yang sudah pernah dimainkan sebelumnya.

Baca Juga: Google Sediakan Beasiswa Bagi 10.000 Lebih talenta Digital Indonesia Lewat Program Telkom dan Kominfo

Ada lagi, katanya pula, fenomena dimana anak-anak muda cenderung mengikuti tren atau hal-hal yang tidak bersifat pancasilais. Misalnya, tren wibu yang membuat seseorang gemar berpakaian kostum (cosplay), mengadopsi bacaan manga atau menonton anime, sampai mengakses aplikasi yang dapat dikatakan menyesatkan dengan konten-kontennya yang erotis.

“Ini urgensi buat anak muda, karena kita akan menghadapi Indonesia Emas di mana itu bisa jadi manfaat atau ancaman buat kita. Jika dimanfaatkan dengan baik, kita bisa jadi seperti negara katakanlah Korea, tapi bisa juga sebaliknya,” kata Axel.

Maka dari itu, Axel menilai dibutuhkan sebuah kebudayaan digitalisasi di Indonesia yang dapat menuntun seluruh lapisan masyarakat dalam menggunakan media sosial atau ruang digital secara bijak, wajar dan nyaman.

Baca Juga: Arab Saudi Luncurkan Dompet Digital Internasional untuk Layani Jamaah Haji dan Umrah

Walaupun filter yang dimiliki pemerintah belum terlalu kuat untuk membatasi tiap ruang dalam dunia maya yang tak berbatas, ia meminta pemerintah agar terus mengedukasi anak muda terkait pentingnya menyaring berbagai konten, tren maupun hal apa pun yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dimulai dari diri sendiri.

“Jadi berbudaya digital adalah bagaimana kita berpikiran mana yang baik buat kita dan jelek kita tinggalkan,” ujar Axel. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait