Kuasa Hukum Pertanyakan Cara Kejagung Tetapkan Kerugian Negara Rp300 Triliun di Korupsi Timah
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 14 Juni 2024 02:22 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Langkah Kejaksaan Agung RI menetapkan kerugian negara senilai Rp300 triliun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022, dipertanyakan oleh kuasa hukum tersangka.
Andi Inovi, selaku kuasa hukum CV Venus Inti Perkasa (VIP) di Jakarta, Kamis, 13 Juni 2024 mengatakan, penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LKH) Nomor 7 tahun 2014 untuk menghitung kerugian negara riil dari perkara korupsi timah sebagai kekeliruan besar.
Karena, hasil perhitungan nilai Rp271 triliun (perhitungan awal) merupakan kerugian ekologis dari kerusakan lingkungan akibat tambang timah. Sementara pasal yang digunakan menjerat tersangka menggunakan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: Empat Daerah di Indonesia yang Kaya Harta Karun, Semisal Timah
“Padahal angka itu belakang berulang kali ditegaskan adalah kerugian ekologis, yang dipakai adalah peraturan Menteri Lingkungan Hidup, tapi untuk tindak pidana korupsi ini sudah salah kamar,” kata Andy.
Diketahui 4 dari 21 tersangka korupsi timah, merupakan pejabat di CV VIP, yakni Tamron Tamsil alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat dari CV VIP; Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP; Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP; dan Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP.
Andy menyebut, dengan melambungnya angka kerugian negara yang salah ambil dari penerapan pasal, ini membuat opini publik berasumsi para tersangka layaknya penjahat kakap lantaran melakukan tindakan pidana.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Tetapkan Harvey Moeis Sebagai Tersangka Korupsi Tata Niaga Timah 2015-2022
Menurut dia, sebelum angka kerugian negara hasil perhitungan BPKP diumumkan pada 29 Mei, publik menerima informasi angka kerugian sebesar Rp271 triliun akibat kerusakan ekologi. Nilai tersebut, lantas digunakan orang untuk berfantasi uang sebanyak itu digunakan untuk apa saja, sehingga membuat asumsi lalu memvisualisasikan kepada selebgram-selebgram tertentu.
“Bahasa sederhana saya seperti ini, bapak pakai aturan dalam FIFA untuk pertandingan tinju, ketika dipukul petinjunya jatuh, malah dikasih kartu merah kan itu yang terjadi," ujar Andy.
Oleh karena itu, Andy mengatakan, penerapan Permen LHK No 7/2014 dalam penindakan kasus korupsi timah, akan menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Sita Smelter Berkait Perkara Korupsi Timah
“Ke depan atas nama kerusakan lingkungan kalau dipakai perhitungan tersebut, dan bisa dikatakan korupsi dan kemudian dianggap sebagai kerugian negara yang tidak terbatas BUMN, siapapun perusahaan bisa dipidanakan nantinya ke depan," paparnya.