DECEMBER 9, 2022
Buku

Sastrawan Okky Madasari: Buku Sastra sebagai Bahan Ajar Dapat Memancing Diskusi Kritis antara Siswa dan Guru

image
Sastrawan sekaligus Anggota Tim Kurator Sastra Masuk Kurikulum Okky Madasari (paling kanan), Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo (tengah), dalam temu media tentang sastra masuk kurikulum di Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024. (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

ORBITINDONESIA.COM - Sastrawan sekaligus Anggota Tim Kurator Sastra Masuk Kurikulum, Okky Madasari, menyatakan, menggunakan buku-buku sastra sebagai bahan ajar dalam kurikulum dapat memancing diskusi kritis antara siswa dan guru.

"Karya sastra adalah ruang interpretasi, maka dibutuhkan kemampuan dari guru untuk menginterpretasikan kemudian memancing diskusi kritis. Kalau kita bicara metode atau jalan pengajaran (pedagogis), maka ini akan melibatkan banyak diskusi kritis antara guru dan siswa," kata Okky Madasari dalam temu media tentang sastra masuk kurikulum di Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.

Selain itu, menurut Okky Madasari, lewat sastra guru dapat memancing rasa ingin tahu siswa lebih dalam untuk mempelajari cerita-cerita yang lain.

Baca Juga: Penulis Indonesia Leila S. Chudori Hadir Pada Malam Sastra yang Diadakan BBI-ACT di Canberra, Australia

"Dengan buku sastra, dipantik keingintahuan siswa untuk mempelajari pengetahuan sesuai tujuan dari kurikulum merdeka, jadi itu pendekatan pedagogis yang dilakukan dalam proses kurasi buku," ujarnya.

Okky melanjutkan, kurasi atau pemilihan buku oleh para tim kurator dilakukan secara bebas dari buku-buku yang sudah beredar, banyak dibaca, atau mendapatkan banyak pembicaraan, bahkan dari buku-buku yang terlupakan tetapi memiliki makna yang dalam.

"Dalam proses kurasi, yang kita lihat value (nilai) apa yang bisa diajarkan dalam proses belajar-mengajar melalui buku ajar karya sastra, dan ini sifatnya hanya daftar rekomendasi, bukan untuk memberikan penghargaan mana penulis-penulis yang menulis karya sastra terbaik," ucapnya.

Baca Juga: Kejutan, Seabad Kelahiran Sastrawan AA Navis Jadi Peringatan Internasional UNESCO

Sementara itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengemukakan, program sastra masuk kurikulum ingin memotivasi guru menggunakan karya sastra, karena karya sastra banyak menawarkan nilai-nilai yang sulit didapatkan dari buku-buku non-fiksi.

"Belajar sejarah, misalnya, dengan baca buku Bumi Manusia itu jauh lebih menarik. Melalui kisah Minke misalnya, itu jadi titik masuk yang sangat membantu guru untuk memperdalam pemahaman dan empati murid tentang seperti apa rasanya menjadi orang Indonesia di zaman kolonial," katanya.

Menurutnya, tanpa bantuan karya sastra, akan sulit bagi guru untuk membawa murid mempelajari sejarah menuju alam alam pikir atau perasaan di masa kolonial atau sebelum kemerdekaan.

Baca Juga: Heboh Sastra Masuk Kurikulum Merdeka, Apa Kata Dunia?

Meski begitu, ia menegaskan bahwa penggunaan sastra sebagai bahan ajar bukanlah sebuah kewajiban.

"Pendekatannya tidak diwajibkan karena kita tahu bahwa kesiapan guru juga berbeda-beda. Ini perlu waktu panjang sekali," tuturnya. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait