Dokter Spesialis Anak, Edi Hartoyo Jelaskan Perbedaan Flu Singapura dengan Sariawan dan Cacar
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 02 April 2024 17:01 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Dokter spesialis anak lulusan Universitas Gajah Mada, Edi Hartoyo mengatakan, Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) atau lebih dikenal dengan Flu Singapura berbeda dengan sariawan biasa, meskipun sama-sama menyebabkan lesi di mulut.
“Sariawan biasa hanya di mulut, wujudnya hampir sama, maka kadang-kadang orang tua ke dokter anaknya nggak mau makan pas dilihat karena ada lesinya di mulutnya,” kata Edi Hartoyo dalam diskusi daring yang diikuti, Selasa, 2 April 2024.
Menurut Edi Hartoyo, lesi di mulut pada HFMD sama seperti sariawan, yang juga dapat menyebabkan anak malas makan dan kesulitan menelan. Lesi dan lentingan juga bisa muncul di sekitar mulut bagian luar dan bibir.
Baca Juga: Sekilas Mirip Flu, Waspada 5 Gejala Covid19 Varian Baru
Selain sariawan, penyakit lain yang juga kerap disamakan dengan Flu Singapura adalah cacar air dan campak. Namun Edi Hartoyo menegaskan, keduanya berbeda dengan Flu Singapura dilihat dari lokasi munculnya lesi.
“Cacar air, lesinya di badan baru keluar, lesi lentingan tepi kulitnya merah kalau Flu Singapura tidak, dari lokasinya Flu Singapura paling sering di telapak kaki, telapak tangan dan mulut, kalau cacar jarang di telapak tangan,” jelasnya.
Lesi atau luka pada kulit akibat lentingan pada kasus penyakit cacar bisa membekas pada kulit, namun pada Flu Singapura, lesi akan hilang dengan sendirinya tanpa menyebabkan bekas.
Baca Juga: Thandie Newton Menolak Adegan Cium dengan Gerard Butler, Karena Butler Kena Flu dan Ingusnya Menetes
Hal ini karena lesi lentingan pada Flu Singapura tidak sedalam cacar yang bisa menembus hingga lapisan kedua jaringan kulit.
Perbedaan lainnya, kata Edi, Flu Singapura tidak menyebabkan kekebalan dan bisa terkena kembali jika daya tahan tubuh menurun. Berbeda dengan cacar yang jika sudah terkena maka tubuh bisa membentuk kekebalan sehingga jarang cacar bisa terkena kembali di kemudian hari.
“Virus ini tidak menyebabkan kekebalan, beda dengan cacar atau campak bisa kebal tapi virus ini nggak, kalau musim ini kena besoknya bisa kena lagi kalau dia ada kontak, jadi masih bisa kena,” kata Edi.
Baca Juga: Fakta 7 Kasus Penderita Cacar Monyet di Indonesia, Semua Pria dan Tertular Melalui Kontak Seksual
Sementara itu, Edi menjelaskan kasus Flu Singapura tercatat cukup tinggi di usia di bawah 6 tahun pada anak di Indonesia karena kurangnya kepekaan orang tua pada penyakit ini.
Seringkali saat anak demam, sulit makan, dan muncul bintik merah, orang tua tetap menyekolahkan anak dan tidak isolasi di rumah, sehingga penyebaran pada anak sangat tinggi dan cepat.
Meskipun tergolong penyakit ringan yang bisa sembuh dalam tujuh hari, Edi mengharapkan orang tua bisa mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Flu Singapura semakin banyak dengan mengisolasi anak jika demam dan muncul bintik merah pada telapak kaki, tangan dan mulut.
Baca Juga: Kasus Cacar Monyet di Indonesia Terus Bertambah, Waspada Penularan Penyakit Mirip COVID 19
“Kalau anak kena Flu Singapura di isolasi dan cegah kontak dengan anak lain karena ini menular, masa infeksius 3-5 hari, 7 hari dia sudah tidak menular walaupun lesinya dalam tahap penyembuhan tapi tidak menular,” jelas Edi. ***