Satrio Arismunandar: Tak Akan Ada Perdamaian di Palestina Selama AS Pasok Uang dan Senjata untuk Israel Tanpa Syarat
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 15 Maret 2024 11:32 WIB
ORBITINDONESIA.COM – Tidak ada prospek perdamaian Palestina-Israel selama Amerika Serikat terus memasok dana dan persenjataan untuk Israel tanpa syarat dan seolah tanpa batas, seperti yang selama ini dilakukan. Hal itu dikatakan wartawan senior, Satrio Arismunandar.
Satrio Arismunandar, yang pernah meliput di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Israel adalah pembicara dalam diskusi di Jakarta, tentang harapan bagi perdamaian Palestina-Israel, Kamis malam, 14 Maret 2024.
Diskusi itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA. Diskusi yang menghadirkan nara sumber Satrio Arismunandar itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani.
Menurut Satrio, pemerintah Israel sendiri memang tidak serius menginginkan perdamaian. Pada Januari 2024, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, ia tidak akan mendukung berdirinya negara Palestina dan ia bangga telah mencegah terbentuknya negara itu sejauh ini.
“Meski Netanyahu berkata demikian, Presiden AS Joe Biden masih berkomentar bahwa ia yakin solusi dua negara masih mungkin dilakukan jika Netanyahu berkuasa,” ujar Satrio.
Menurut Satrio, Israel hanya mengenal bahasa kekuatan. Selama ia merasa unggul secara militer, dan terus dipasok uang dan persenjataan oleh AS, maka Israel –khususnya di bawah pemerintahan Netanyahu- akan terus mempertahankan pendudukan atas tanah Palestina.
Tentang dukungan dana, Satrio menunjukkan rencana Partai Republik AS pada November 2023, yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat AS, untuk mengalokasikan 14,5 miliar dolar AS bantuan militer untuk Israel.
“Selain itu, Israel juga menerima jumlah bantuan militer terbesar dari AS dibandingkan negara lain sejak Perang Dunia II, dengan bantuan melebihi 124 miliar dolar AS,” tutur Satrio.
Tentang kunci menuju perdamaian, Satrio melihat perlu adanya pemerintahan Israel yang lebih moderat dan betul-betul serius menginginkan perdamaian.
“Pemerintahan PM Netanyahu sekarang, oleh sejumlah pengamat dipandang sebagai pemerintahan Israel yang paling ekstrem kanan dalam sejarah Israel. Mereka menentang berdirinya negara Palestina,” tutur Satrio.
“Hal itu disebabkan dalam koalisi pemerintahan Netanyahu sekarang banyak bergabung partai-partai religius radikal, yang justru mendukung pendudukan,” lanjutnya.
Satrio menekankan, untuk bergulirnya proses perdamaian, perlu melihat ke depan dan bersikap realistis.
“Sejauh ini berdasarkan Perjanjian Oslo 1993, sudah ada kesepakatan bagi solusi dua negara. Nah, itu saja yang dikejar. Indonesia mendukung solusi dua negara,” tegas Satrio.
“Keinginan menghapus negara Israel dari muka bumi, itu tidak realistis. Sebaliknya, keinginan Israel menghapus aspirasi jutaan warga Palestina untuk memiliki negara sendiri juga tidak realistis,” ucap Satrio. ***