DECEMBER 9, 2022
Buku

Duta Besar RI untuk Kazakhstan, Fadjroel Rachman Luncurkan Buku Indonesia Memilih Presiden

image
Peluncuran buku berjudul 'Indonesia Memilih Presiden' karya Fadjroel Rachman di Jakarta, Jumat (19/1/2024). (ANTARA/Asri Mayang Sari)

ORBITINDONESIA.COM - Duta Besar RI untuk Kazakhstan Fadjroel Rachman meluncurkan buku tentang demokrasi yang berjudul Indonesia Memilih Presiden.

Buku karya Fadjroel Rachman tersebut mengajak masyarakat Indonesia untuk percaya bahwa yang paling menentukan dalam demokrasi adalah pemilih itu sendiri.

"(Pemilih) itu yang paling menentukan. Bukan kandidat, karena si pemilik kedaulatan rakyat itu bukan kandidat tapi si pemilih," kata Fadjroel Rachman dalam acara peluncuran dan diskusi buku bertajuk "Merayakan Ilmu, Kebudayaan dan Kesusastraan" di Jakarta, Jumat malam, 19 Januari 2024.

Dalam acara yang juga meluncurkan buku lain berjudul Catatan Bawah Tanah tersebut, menghadirkan dua pembahas yakni Fachry Ali dan Dhianita Kusuma Pertiwi.

Dubes Kazakhstan itu berpendapat bahwa tugas seorang intelektual atau akademisi sebenarnya adalah menulis. "Menulis. Bukan ribut-ribut gak karu-karuan," katanya.

"Setelah diluncurkan, jika ada yang ingin berbantah-bantahan dengan saya, saya hanya katakan, 'Tulislah supaya makin ramai dunia penulisan di Indonesia'".

Menurut Fadjroel, dalam dunia digital saat ini orang-orang lebih banyak berkata-kata. Akan tetapi, dirinya ingin merekamnya dalam bentuk tulisan.

Dia menuturkan bahwa ada sebuah sabda yang berbunyi verbal itu tidak abadi, tetapi tulisan menjadi abadi. "Kata-kata itu tidak abadi, sementara tulisan itu abadi. Jadi, kalau anda ingin abadi, maka menulislah dan saya ingin mengikuti sabda itu," katanya.

Buku Indonesia Memilih Presiden setebal 308 halaman itu berupaya membuat model kelas sosial baru dan mengidentifikasi empat kelas sosial dalam masyarakat Indonesia kontemporer.

Keempat kelas itu adalah kelas elite, kelas menengah profesional, kelas menengah tradisional, serta kelas marhaen.

Buku tersebut juga mengungkapkan bahwa habitus kelas yang menjadi mediator perilaku politik menciptakan perbedaan signifikan dalam cara masyarakat Indonesia memilih pemimpinnya.***
 

Sumber: Antara

Berita Terkait