DECEMBER 9, 2022
Kolom

Abustan: Belajar dari Demokrasi Desa?

image
Abustan (Foto: koleksi pribadi)

Oleh: Abustan 
Dosen/Pengajar Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Jakarta

ORBITINDONESIA.COM - Sekitar sebulan lagi, tepatnya 14 Februari 2024 pesta demokrasi akan dilangsungkan melalui pemilihan umum sebagai instrumen pelaksanaan demokrasi.

Pemilihan umum yang merupakan kehendak rakyat, artinya pemilu sebagai sarana untuk memastikan adanya sirkulasi kekuasaan secara demokratis, akuntabilitas dan kontrol publik yang kuat terhadap negara.

Namun, mencermati berbagai tahapan pemilu justru praktek demokrasi tak memberikan cita rasa yang lebih berkualitas (bermartabat) tetapi sebaliknya nampak mengalami kemunduran.

Ketika keadilan, kebenaran, transparansi, etika dan adab demokrasi semakin tergerus alias tak menunjukkan trend perbaikan / perubahan ke arah pencapaian "substansi demokrasi".

Bahkan, berbagai argumen dan persepsi publik yang berkembang memberikan penilaian skeptis dan kini demokrasi dianggap mengalami arus balik (kemunduran). Dengan munculnya rupa - rupa praktek demokrasi yang menganggu hadirnya demokrasi yang sehat.

Katakanlah politik dinasti, potensi pemanfaatan kelembagaan negara, dan bantuan sosial untuk rakyat yang rawan di politisasi oleh Paslon yang dianggap dekat dengan kekuasaan.

Kesemuanya itu, menunjukkan adanya dinamika yang kurang fair  dan tidak berkeadilan di tengah masyarakat di tahun politik. Refleksi yang tak mengembirakan itu juga disuarakan oleh pers luar negeri (majalah time).

Belum lagi yang kasat mata ditemukan adanya praktek permainan uang (money politics). Dengan demikian, makin menunjukkan konfirmasi kepada kita adanya indikator kembalinya kekuasaan otoriter.

Demokrasi yang diperjuangkan 

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait