DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Diskusi Satupena, Dr Sukarjo Waluyo: Jawa Itu Mozaik, Tidak Tunggal Seperti Dikira Orang

image
Dr Sukarjo Waluyo tentang budaya lokal Jawa Tengah.

ORBITINDONESIA.COM – Jawa itu sebuah mozaik. Jawa itu tidak tunggal atau satu, seperti yang mungkin diasumsikan orang luar. Hal itu dinyatakan oleh Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum., Kaprodi Sastra Indonesia FIB Universitas Diponegoro.

Sukarjo Waluyo adalah pembicara dalam diskusi Generasi Muda dan Pemajuan Budaya Lokal Jawa Tengah. Diskusi itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 2 November 2023. 

Diskusi yang menghadirkan Sukarjo Waluyo itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Diskusi webinar itu dipandu oleh Anick HT dan Amelia Fitriani.

Baca Juga: Politikus PDI Perjuangan Nyoman Parta Desak Sang Made Mahendra Jaya Pasang Kembali Baliho Ganjar-Mahfud

Sukarjo menjelaskan, ada persepsi dulu bahwa Solo dan Yogyakarta adalah pusat kebudayaan Jawa. Tapi pada kenyataannya, dari segi akademik terlihat gambaran budaya yang berbeda.

Sukarjo menuturkan, di Jawa Timur sudah ada peta kebudayaan yang beragam untuk melihat peta politik, misalnya. “Jadi ada Jawa Arek di Surabaya, Malang. Ada Jawa Mataraman di Jawa Timur bagian barat dan amat besar itu. Juga ada Madura, ada Osing,” ujarnya.

“Kita mengetahui, siapa yang menguasai Jawa Mataraman suaranya akan kuat dan itu terbukti di Jawa Timur. Jawa Tengah pun sama. Ada Jawa Tengah Mataraman, yaitu Yogya dan Solo,” lanjut Sukarjo.

“Yogya dan Solo ini termasuk Jawa pedalaman. Ada Jawa Kedu yang berpatron ke situ. Kemudian kalau ke utara, ada Jawa pesisir. Riset saya memberi peta kebudayaan Jawa Tengah,” ujar Sukarjo.

Baca Juga: Denny Siregar Bikin Kritik Pedas: Jokowi Harus Menang dengan Segala Cara, Kalau Perlu Tabrak Segalanya

“Seperti Blora, itu awalnya tak jelas masuk mana. Tapi menurut saya, masuk Jawa pesisir. Mengapa? Karena di Blora ada masuk budaya sungai, yang di Jawa tidak begitu muncul. Kalau Muria, Pati, itu masuk kategori budaya pesisir,” tegasnya.

Menurut Sukarjo, fenomena saat ini adalah mereka yang berada di Jawa Tengah sadar bahwa Jawa Tengah itu tidaklah tunggal. Maka pada era reformasi juga ada sharing power (pembagian kekuasaan) terkait kebudayaan.

“Saya mendapat sebuah perspektif, kebudayaan di luar Yogya dan Solo yang dulu dianggap the others dan pinggiran, sekarang mulai muncul. Contohnya apa? Contohnya, dalam membangun ikon kota,” ucap Sukarjo.

“Kalau zaman dulu, era Orde Baru, Indonesia atau Jawa Tengah itu harus satu. Kalau berbeda dianggap haram. Kita sekarang harus berbeda,” sambungnya.

Sukarjo menjelaskan, di Blora dan bahkan Cepu sekarang sedang mengkapitalisasi tokoh yang oleh Jawa mayor selama ini dianggap jahat, yaitu Arya Penangsang. Ini membangun local hero sendiri. ***

Berita Terkait