Esthi Susanti Hudiono: Refleksi Kasus Rempang
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 30 September 2023 07:15 WIB
Negara itu bukan entitas tunggal dan ada dalam hirarki berlapis-lapis. Lalu elemen negara mana yang salah? Ada elemen pengambil kebijakan tertinggi seperti presiden. Ada pelaksana di tingkat pembantu presiden dan seterusnya.
Kesalahan presiden adalah tidak membuat kebijakan revolusioner dengan menghitung orang-orang lemah dan dipinggirkan dalam proyek pembangunan. Dari akal sehat harusnya ini bisa dilakukan.
Ini masalah bargaining dengan investor dan mentalitas pelaksana proyek. Sudah waktunya tak lagi minder dengan iming-iming tenaga murah dan sumber daya alam untuk menarik investor. Sekarang Indonesia mempunyai posisi tawar dan tak perlu mengemis investor masuk.
Baca Juga: Hasil Pegadaian Liga 2, Kalahkan Persewar Waropen, Sulut United Pepet PSBS Biak di Klasemen
Menurut saya ada skema tata kelola proyek sejak Orde Baru (masa pembangunan dengan investasi yang baru dimulai dari Indonesia), yang belum memasukkan elemen hak asasi manusia dengan kepedulian terhadap wong cilik (dalam kasus Rempang adalah 16 komunitas adat dengan jumlah penduduk kurang lebih 10.000 jiwa (?).
Wong cilik termasuk kelompok-kelompok minoritas tak masuk dalam agenda perencanaan, karena adanya mind set yang bersumber dari dunia feodal, paternalistik, dan bentuk-bentuk hirarki yang telah menjadi tradisi dan budaya.
Budaya feodal adalah musuh dari demokrasi. Agen penghidup feodalisme ini adalah para pemilik otoritas di perguruan tinggi, agama dan budaya. Jejak pemikiran, sikap dan tindakan para pemegang otoritas itu bisa ditelusuri dari jaman kolonial Belanda dengan politik etis yang pernah dilakukan.
Pemerintah Belanda memilih kelompok feodal dan elite yang diberi hak istimewa mendapat pendidikan. Mereka ini yang memainkan peran penting pengalihan kekuasaan dari Belanda ke tangan sendiri dengan wilayah penjajahan Belanda.
Republik dalam demokrasi dalam sistem persatuan (bukan federasi) yang dipilih para pendiri bangsa. Praktik mencipta kesatuan bernama bangsa Indonesia dengan ciri-ciri yakni pemerintahan yang terpusat di Jakarta dengan perilaku feodal.