Citra Mahasiswa Jalur Mandiri Jadi Rusak Karena Kasus Rektor Unila yang Ditangkap KPK
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 22 Agustus 2022 13:23 WIB
ORBITINDONESIA – Seorang teman menelepon saya. Ia bercerita, anak dari kerabatnya, mahasiswa yang masuk ke sebuah perguruan tinggi negeri lewat Jalur Mandiri kini terganggu karena olok-olok temannya. Anak itu dibercandai masuk lewat suap, seperti kasus Rektor Unila.
Kasus Rektor Unila, yang diyakini menerima suap dalam penerimaan mahasiswa baru Jalur Mandiri, membuat citra mahasiswa Jalur Mandiri jadi rusak. Mereka merasa malu pada mahasiswa lainnya, karena seolah-olah bisa kuliah di sana semata-mata berkat suap.
Rasa malu dan terusik ini bukan cuma berlaku untuk mahasiswa Jalur Mandiri di Unila, tetapi juga di universitas-universitas lain. Sistem penerimaan mahasiswa baru Jalur Mandiri ini memang diterapkan di banyak perguruan tinggi.
Baca Juga: Gara-Gara Amplop Irjen Ferdy Sambo, LPSK bakal Datangi KPK Hari Ini
Dan orang meyakini, di sini yang terpenting bukan soal kepintaran, tetapi berapa besar uang yang bisa disetor ke universitas. Memang, secara resmi dikatakan bahwa untuk bisa ikut Jalur Mandiri harus memenuhi kriteria angka nilai tertentu. Jadi, bukan asal mampu bayar saja.
Namun, siapa yang bisa mengontrol dan menjamin hal itu? Karena pada akhirnya, yang menentukan diterima-tidaknya seorang calon mahasiswa baru lewat Jalur Mandiri ya cuma Rektor dan segelintir petinggi universitas.
Tentu, kita tidak boleh main pukul rata atau menggeneralisir, bahwa semua Jalur Mandiri di semua universitas hanyalah lahan untuk penyimpangan dan korupsi.
Mungkin saja, ketentuan kriteria nilai dan lain-lain diberlakukan secara ketat, sehingga Jalur Mandiri bukanlah semata-mata soal kekuatan uang dari calon mahasiswa.
Baca Juga: Robert Lewandowski Banjir Pujian di Ultah ke 34 Tahun Saat Bawa Barcelona Takklukan Real Sociedad
Tetapi, sistem ini memang berpotensi untuk disalahgunakan, karena ada unsur subjektivitas tertentu dari petinggi universitas untuk menentukan calon mahasiswa mana yang diterima.
Di sisi lain, ada kebutuhan objektif bahwa universitas perlu pemasukan dana yang besar untuk operasional, pengembangan fasilitas, dan lain-lain. Ini bisa terbantu lewat pemasukan uang dari Jalur Mandiri.
Tetapi mungkin ada pemasukan resmi dan “tak resmi.” Tentang berapa persen yang resmi masuk ke rekening universitas, dan berapa persen lainnya yang “tak resmi” masuk ke kantong Rektor dan petinggi universitas lainnya, itu sudah soal lain lagi.
Karena kasus korupsi yang menimpa Rektor Unila, terkait penerimaan mahasiswa baru Jalur Mandiri, pemerintah dikabarkan akan meninjau kembali sistem Jalur Mandiri ini. Kita doakan saja, akan ada solusi yang lebih baik. ***