DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Berhasil Kembangkan Agroforestri, Pemuda Desa Mriyan Jadi Betah di Kampung Sendiri

image
Hasil agroforestri Desa Mriyan di Boyolali Jawa Tengah.

ORBITINDONESIA.COM - Berhasil mengembangkan agroforestri di wilayahnya, para pemuda Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali, Jawa Tengah, tidak lagi tergiur untuk mencari pekerjaan ke kota-kota besar di luar daerahnya.

Wilayah yang jadi area agroforestri itu merupakan lokasi recharge area daerah penangkapan air awal pabrik AQUA Klaten.

Para pemuda itu sekarang lebih memilih untuk tinggal di kampungnya sendiri, dengan memberdayakan tanaman hortikultura yang bisa dijadikan penghasilan. Inilah pengembangan agroforestri.

Baca Juga: Begini Kronologi Hilangnya Empat Orang Peselancar Asal Australia di Perairan Sumatera Utara, Indonesia

Ketua Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali, Joko Susanto mengatakan keberhasilan pengembangan agroforestri di desanya ini setelah mendapat pendampingan dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Karanganyar dan pabrik AQUA Klaten.

“Ada beberapa kegiatan kami yang mendapat pendampingan saat itu, salah satunya adalah konservasi anggrek Merapi, budidaya kopi dan tanaman asli merapi seperti pohon Dadap Duri, salah satu favorit makanan untuk satwa lutung Jawa atau lutung Merapi yang banyak menampung air,” ujarnya.

Awalnya, Joko menginisiasi berdirinya Kelompok Karya Muda Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, yang terdiri dari 11 pemuda desa pada 2016.

Yakni, untuk melakukan konservasi anggrek spesies khususnya di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang hampir punah. “Kami kasihan waktu itu melihat anggrek Merapi itu sudah hampir punah,” ungkapnya.

Baca Juga: Begini Nasib Empat Peselancar Asal Australia yang Sempat Dinyatakan Hilang di Indonesia

Namun, dengan adanya pendampingan dari LPTP dan AQUA Klaten, ia mengungkapkan saat ini sudah ada puluhan pohon anggrek Merapi yang dikembangkan oleh kelompok warga Mriyan, Boyolali.

Anggrek tersebut terdiri dari 23 varian, salah satunya Vanda tricolor. Joko mengatakan jumlah varian anggrek Merapi seharusnya ada lebih dari 130 jenis.

Saat ini, dia dan kawan-kawannya sedang merawat puluhan pohon anggrek di dalam sebuah green house berukuran 4 x 6 meter. Mereka merawat anggrek di tempat tersebut selama 1,5 hingga 2 tahun sebelum dilepasliarkan ke area Gunung Merapi.

Masyarakat juga bisa membeli anggrek-anggrek tersebut dari warga, tapi untuk dikembalikan ke Taman Nasional Gunung Merapi dan tidak bisa dibawa pulang. Tak hanya dirawat di green house, di lokasi konservasi tersebut juga ada laboratorium kultur jaringan untuk memperbanyak anggrek.

Baca Juga: Temani Mario Dandy Satriyo Lakukan Penganiayaan Berat, Shane Lukas Dituntut 5 Tahun Penjara

“Sebelas orang dari kami itu enggak ada yang punya latar belakang pendidikan pertanian. Namun, dengan pendampingan yang diberikan LPTP dan AQUA Klaten, kami bisa melakukannya,” tukasnya.

Pendampingan yang dilakukan LPTP dan AQUA Klaten tidak sampai di situ saja. Pada 2017, warga di Desa Mriyan ini juga dibimbing untuk mengembangkan budidaya tanaman kopi di lereng-lereng Merapi di luar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.

Halaman:
1
2

Berita Terkait