Aceh Semakin Konservatif, Kini Melarang Non Muhrim Berboncengan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 11 Agustus 2023 10:10 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Arab Saudi semakin progresif, sebaliknya Aceh makin konservatif. Di Aceh, semua aturan yang mengatasnamakan agama dan moralitas Islam terus dibikin.
Masalahnya, aturan dengan alasan agama itu tampak tidak masuk akal. Terbaru, di Aceh ada larangan berboncengan bagi non muhrim.
Jadi, Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, baru-baru ini mengeluarkan surat edaran. Isinya tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara dan Masyarakat di Aceh.
Baca Juga: Saiful Huda Ems: Tanggapan Atas Ditolaknya PK Partai Demoktrat KLB
Salah satu poinnya, larangan bagi laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berduaan di tempat sepi dan di atas kendaraan.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, bilang SE itu diterbitkan setelah PJ Gubernur Aceh menggelar pertemuan dengan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh.
MTA bilang, saat ini Indonesia sedang mempersiapkan generasi emasnya di tahun 2045 mendatang. Aceh sebagai satu-satunya daerah yang menerapkan Syariat Islam, katanya, harus berbeda.
Generasi Aceh bukan hanya matang dalam menghadapi persaingan global. Tapi, katanya, juga harus punya bekal agama yang kuat, agar tidak mudah dipengaruhi budaya negatif yang merusak tatanan adat budaya yang Islami.
Karena itu, MTA mengajak seluruh masyarakat mendukung surat edaran itu.
Baca Juga: Praktisi Media Minta Wartawan Tidak Kehilangan Sikap Kritis Dalam Memberitakan Isu BPA
Sedikit info ya, sebenarnya isu larangan berboncengan bagi non muhrim sudah lama beredar di Aceh sekitar 2014 lalu. Bahkan ada juga larangan perempuan duduk mengangkang saat boncengan.
Semangat menjaga generasi muda dari pengaruh budaya negatif tentu harus didukung. Tapi, semangat itu harusnya dilandasi dengan akal sehat.
Bayangkan, larangan itu bisa berdampak negatif bagi warga yang berprofesi sebagai tukang ojek. Tukang ojek sulit menghindari dari non muhrim yang ingin menggunakan jasanya.
Jika aturan itu benar-benar dilaksanakan, jelas tidak akan ada lagi perempuan non muhrim yang mau naik ojek. Dan ini berimbas pada penghasilan tukang ojek.
Seharusnya sebelum membuat larangan ini, Pemerintah Aceh menyiapkan dulu sistem transportasi umum yang baik dan terintegrasi. Dengan begitu potensi warga untuk berboncengan dengan non muhrim bisa diperkecil.
Bukan asal melarang, tapi tidak memikirkannya secara matang dan tidak menyiapkan alternatifnya. Yuk, bikin kebijakan publik yang cerdas dan matang.***