Sutardji Calzoum Bachri dan Para Penyair Lain Menggebrak dengan Puisinya di Webinar Satupena
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 18 Agustus 2022 23:52 WIB
ORBITINDONESIA - Sutardji Calzoum Bachri dan sejumlah penyair lain tampil bersemangat dan menggebrak, Kamis malam, 18 Agustus 2022, di acara pembacaan puisi “Indonesia Hari Ini: 7 + 1 Puisi Merdeka.” Acara ini diadakan dalam memperingati 77 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA, mengadakan acara pidato dan pembacaan puisi ini. Yang dijadwalkan berpartisipasi antara lain: penyair Sutardji Calzoum Bachri, Eka Budianta, Chappy Hakim, Janet de Neefe, Dhenok Kristianti, Fatin Hamama, Jaya Suprana, dan Anwar Putra Bayu.
Obrolan Hati Pena #51 itu dipandu oleh Swary Utami Dewi dan Amelia Fitriani. Seperti pembacaan puisi sebelumnya, banyak penyair dan peserta webinar lain yang kemudian ikut membaca puisi, selain Sutardji Calzoum Bachri. Seperti: D. Kemala Wati, Anick HT., M. Tauhed S., Merawati May, dan lain-lain.
Baca Juga: Jack Miller Pilih Nge Camp Bersama Si Nyonya Jelang Balap MotoGP Austria 2022
Di acara itu, Sutardji tampil memukau dengan membaca puisi lamanya, yang nyambung dengan tema peringatan HUT kemerdekaan RI. Sutardji bukan cuma membaca puisi, tetapi dia juga serius menyimak bacaan puisi oleh para penyair lain yang tampil di acara ini.
“Senang sekali bisa mendengar Presiden Penyair Indonesia membacakan puisi legendnya selain Tragedi Winka Sihka, yang sudah saya baca sewaktu SMA tahun 1985,” komentar Bresman Marpaung, salah satu peserta.
Eka Budianta membacakan puisi “Padi Tumbuh Tanpa Suara.” Eka juga menyajikan puisi terbarunya, “Untuk Ibukota Baru,” yang menyiratkan harapan baru Indonesia di masa depan. Sebuah irama baru kebangsaan.
Sedangkan, Dhenok Kristianti membacakan puisi, yang isinya seperti percakapan antara anak dan ibunya. Sang ibu seolah menyiapkan anaknya untuk menghadapi dunia.
Baca Juga: MotoGP Austria 2022, Jack Miller Ambisi Naik Podium di Red Bull Ring Spielberg
Sementara itu, Anwar Putra Bayu membacakan puisi karya Hamid Jabbar, yang ditulis di era ketiadaan kebebasan berbicara. Hamid Jabbar, yang wafat pada 2004, dikenal sebagai penyair yang peka pada nilai-nilai religius.
Jaya Suprana, penyair yang juga pianis, membacakan puisi yang diwarnai realitas sosial kekinian. Puisi tentang anak yang sulit bayar uang sekolah, warga yang kesulitan bayar utang, dan harga kebutuhan hidup yang terus meroket.
Janet de Neefe yang asal Australia membacakan puisi karya Sapardi Djoko Damono. Tapi, puisi Sapardi ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Tetapi tetap terasa keindahannya.
Karena banyaknya peserta yang berpartisipasi, tidak bisa semua diuraikan satu-persatu. Yang jelas, acara baca puisi terkait HUT kemerdekaan RI yang digagas Satupena ini lumayan ramai.***