Agama Digital: Redefinisi Cara Kita Beragama
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 14 Juli 2023 21:50 WIB
Campbell dikenal sebagai seorang yang konsisten membicarakan topik ini dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Dalam salah satu tulisannya berjudul ”The Rise of the Study of Digital Religion”, Campbell (2013) merumuskan bahwa istilah “agama digital” merupakan sebuah ruang teknologi dan budaya yang ditimbulkan ketika terjadi integrasi antara lingkup agama online dan offline telah berkelindan satu sama lain.
Baca Juga: Komjen Wahyu Widada Dilantik Jadi Kabareskrim
Dalam pengertian ini, digitalisasi agama menjadi sebuah extention atau dapat dilihat sebagai jembatan yang menghubungkan dan memperluas praktik dan ruang keagamaan, yang sekalipun dilaksanakan secara online, tetapi tetap di dalam konteks keagamaan offline, dan sebaliknya.
Rumusan ini mencerahkan karena dua alasan. Pertama, Campbell tidak mengatakan bahwa digital religion adalah agama.
Baginya agama tetaplah agama, sebagai sebuah definisi yang menyatakan bagaimana seseorang menjelaskan keyakinan dan sistem kepercayaannya (termasuk di dalamnya doktrin, iman, ritus, dan ritual) secara personal dan kemudian bergabung bersama orang-orang yang memiliki sistem kepercayaan yang sama.
Internet muncul dan memudahkan manusia dalam segala hal, termasuk dalam menjalani agamanya. Meskipun praktik offline tetap berjalan, siar agama kini telah berlangsung di dalam ruang maya.
Materi-materi dakwah, konten teologi, yang semula oral dan berbentuk kertas, telah bertransformasi dalam berbagai wujud digital dan paperless.
Akses dan pola ibadah memperlihatkan pergeseran yang signifikan. Ibadah yang semula terpusat pada gedung fisik, kini telah menempati ruang maya. Sacred-space meluas, dan telah mencakup ruang digital (cyberspace).