Ada Dugaan Korupsi Lahan Zikir Nurul Arafah Islamic Center di Banda Aceh, Polisi Tetapkan 1 Tersangka
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 23 Juni 2023 13:12 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Satuan Reskrim Polresta Banda Aceh menetapkan satu tersangka korupsi pengadaan lahan Zikir Nurul Arafah Islamic Center di Gampong Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh.
"Dari hasil gelar perkara dan alat bukti yang cukup kami dapat menetapkan tersangka," kata Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadillah Aditya Pratama, di Banda Aceh, Kamis 22 Juni 2023.
Fadillah menyampaikan, tersangka dalam proyek pengadaan yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dinas PUPR Kota Banda Aceh tahun anggaran 2018 dan 2019 tersebut adalah SH selaku bekas kepala seksi pemerintahan Gampong Ulee Lheue yang menjabat 2016 hingga 2021.
acehBaca Juga: Polres Metro Jakarta Pusat Gagalkan Peredaran 20 Kilogram Narkoba Pasokan dari Aceh
Baca Juga: Polres Naga Raya Aceh Bantah Kepung Rumah Tokoh Demonstrasi
Baca Juga: Polisi Tangkap Pemerkosa Ibu Muda Asal Aceh, Pelaku Ternyata Orang Dekat
Penetapan SH sebagai tersangka dilaksanakan penyidik usai gelar perkara pada Selasa 20 Juni 2023.
Dalam gelar perkara kasus tersebut juga ditemukan beberapa fakta adanya dugaan korupsi pengadaan lahan zikir dengan nilai total pagu anggaran sebesar Rp5,1 miliar lebih (tahun 2018 senilai Rp 3,2 miliar lebih dan tahun 2019 senilai Rp1,8 miliar lebih) tersebut.
Kata Fadillah, pada 2018, lahan telah diukur BPN Kota Banda Aceh sesuai pengukuran bidang rincikan yang dikeluarkan pada Mei 2018. Kemudian, kantor jasa penilai publik (KJPP) juga menilai harga setiap tanah yang hasilnya dikeluarkan pada Agustus 2018.
Setelah hasil pengukuran dan penilaian harga dari 14 persil tanah yang ada, Dinas PUPR Kota Banda Aceh membayar sembilan persil tanah dengan total Rp4 miliar lebih (lima persil tahun 2018 dibayar sebesar Rp 3,1 miliar lebih dan empat persil tahun 2019 dibayar Rp799 juta lebih).
Sembilan persil tanah itu terindikasi ada penyimpangan, di mana tiga persil di antaranya yakni tanah Pasar Batu Cincin, tanah gampong dan tanah salah satu warga. Dua bidang tanah di antaranya menggunakan alas hak berupa Surat Keterangan Tanah Milik Gampong (SKT) dan satu lainnya menggunakan alas hak sporadik.
Sewaktu pembayaran tanah, pihak keuchik (kepala desa) tidak melampirkan rekening kas gampong, melainkan rekening pribadi.
"Pihak dinas pun tidak memverifikasi secara mendetail sehingga dana pembebasan lahan itu masuk ke rekening pribadi, padahal sesuai aturan harusnya masuk ke kas gampong," katanya.
Fadillah menyebutkan, dari hasil audit pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, diketahui bahwa terdapat kerugian negara sebesar Rp1 miliar lebih dalam perkara tersebut.
"Kami akan lengkapi bukti lainnya yang berkaitan dengan tersangka lain, termasuk memeriksa tersangka dan melengkapi berkas perkaranya," ujarnya.
Selain itu, penyidik juga telah menyita lahan tersebut berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor: 4/Pen.Pid.Sus-TPK-SITA/2023/PN Bna tanggal 13 Februari 2023 dan Surat Perintah Penyitaan Sat Reskrim Polresta Banda Aceh Nomor: SP/Sita/24/II/Res.3.5/2023/Sat Reskrim tanggal 15 Februari 2023.
Lalu, penyidik juga menyita barang bukti yang berkaitan pengelolaan dana ganti rugi tanah tersebut, termasuk lahan, dikarenakan dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti lain, sebagian dana ganti rugi tanah itu telah digunakan untuk membeli tanah pengganti.
"Rersangka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 8 Jo Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," demikian Kompol Fadillah. ***