Ikut Rasulullah SAW atau Ikut Imam Syafii, Soal Amaliah Dengan Memilih Madzhab Tertentu
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 15 Agustus 2022 12:50 WIB
Seorang ulama baru dibolehkan berijtihad, apabila telah memenuhi persyaratan sebagai mujtahid, yang antara lain menguasai kandungan al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan ijtihadnya.
Kita juga sering mendengar pernyataan kalangan anti madzhab yang mengatakan, “mengapa Anda mengikuti Imam al-Syafi’i, kok tidak mengikuti Rasulullah saw saja”, atau “siapa yang lebih alim, Rasulullah saw atau Imam al-Syafi’i”?
Tentu saja pertanyaan tersebut sangat tidak ilmiah, dan menjadi bukti bahwa kalangan anti madzhab memang tidak mengetahui al-Qur’an dan ilmu ushul fiqih.
Baca Juga: Madura United Tahan Imbang Persebaya Surabaya, Bonek: Yowes Lah dan Ngenes Jol
Ketika seseorang itu mengikuti Imam al-Syafii, hal itu bukan berarti dia meninggalkan Rasulullah saw.
Karena bagaimanapun Imam al-Syafii itu bukan saingan Rasulullah saw atau menggantikan posisi beliau.
Para ulama yang mengikuti madzhab al-Syafi’i seperti Imam al-Bukhari, al-Hakim, al-Daraquthni, al-Baihaqi, al-Nawawi, Ibn Hajar dan lain-lain, berkeyakinan bahwa Imam al-Syafi’i lebih mengerti dari pada mereka terhadap makna-makna al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw secara menyeluruh.
Ketika mereka mengikuti al-Syafi’i, bukan berarti meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi mengikuti al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman orang yang lebih memahami, yaitu Imam al-Syafi’i.
Baca Juga: Persis Solo Awali Musim Dengan Rekor Sangat Buruk: 4 Kali Bertanding, 4 Kali Kalah, 4 Kali Cetak Gol
Hal tersebut dapat dianalogikan dengan ketika para ulama mengikuti perintah al-Qur’an tentang hukum potong tangan bagi para pencuri.