RENUNGAN: Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat Sesuai Teladan Rasulullah SAW
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 15 Juni 2023 21:50 WIB
Masalahnya, tidak semua hadits di dalam kitab hadits yang sampai pada kita menyebutkan konteksnya. Sehingga, memahami hadits perlu merujuk pada penjelasan ulama yang otoritatif, supaya tidak tergelincir pada salah pemahaman.
Masa Nabi terjadi perbedaan, di masa sahabat juga demikian, apalagi di masa kita.
Saat ini ada banyak pandangan dan pemikiran di sekitar kita. Ada banyak mazhab dan aliran. Terkadang kita bingung untuk memilih pada yang harus diikuti.
Prinsipnya, kita harus mengakui bahwa ada keragaman pendapat di dalam Islam.
Kita tidak perlu memusingkan ataupun menolak keragaman pendapat itu.
Abdul Wahhab al-Sya’rani mengatakan: “Syariat itu seperti pohon besar yang bercabang- cabang. Perkataan ulama seperti cabang dan rantingnya. Tidak ada cabang tanpa akar/asal. Tidak ada buah tanpa bersandar pada ranting. Sebagaimana halnya tidak ada bangunan tanpa dinding..”
Maksudnya, setiap pendapat ulama pasti mengacu pada dalil di dalam syariat.
Tidak mungkin seorang ulama menyampaikan pendapat tanpa merujuk pada dalil Al Quran dan hadits.
Maka, ketika melihat perbedaan pendapat, yang perlu diperhatikan adalah alasannya. Karena tidak mungkin ulama yang menyampaikan pendapat asal omong dan tidak punya alasan.
Al-Sya’rani menambahkan: “Tidak dinamakan Ahmad sebagai orang alim kecuali dia menelusuri perbedaan pendapat ulama dan mengerti dari mana sumbernya, baik dari Al Quran maupun hadits, dan tidak menolaknya dengan cara bodoh ataupun menentang.”
Baca Juga: Erick Thohir Cawapres Ganjar atau Prabowo? Zulkifli Hasan: Tunggu Tanggal Mainnya!
Orang yang alim itu justru adalah orang yang mengerti perbedaan pendapat ulama beserta alasan mereka berbeda. Sementara orang yang bodoh adalah orang yang menolak dan menentang perbedaan pendapat yang memiliki rujukan terhadap Al Quran dan hadits.