DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Lukas Luwarso: Transformasi Relawan Menjadi Rekanan Politik

image
Contoh kegiatan sosial relawan Alumni UI Garda Pancasila yang mendukung Ganjar Pranowo.

ORBITINDONESIA.COM - Istilah "relawan" mewarnai dinamik politik elektoral Indonesia sepuluh tahun terakhir. Relawan politik, sebagai frasa atau istilah, sebenarnya agak bernuansa oxymoron, dua kata yang saling menegasi, kontradiktif atau tidak cocok (sama seperti frasa benci tapi rindu, etika politik, atau etika bisnis).

Awal munculnya relawan politik dimulai pada pemilihan Gubernur DKI pada 2012. Ketika publik terpikat pada munculnya sosok pasangan cagub Jokowi-Ahok.

Pasangan cagub yang saat itu didukung relawan dianggap bukan merepresentasikan kekuatan politik formal (oligarki parpol), untuk melawan inkumben Gubernur Fauzi Bowo.

Baca Juga: Taklukkan Man United di Final Piala FA, Man City Selangkah Lagi Menuju Treble Winner

Kemenangan Jokowi-Ahok dianggap sebagai menangnya suara rakyat. Dan "kelompok relawan" kemudian menjadi leksikon baru dalam politik elektoral Indonesia.

Menjadi kelompok penekan (pressure group), vis a vis partai politik, yang kekuatan dan pengaruhnya tidak bisa diabaikan.

Pasca pilgub DKI 2012, "relawan politik" menjadi menu penting gastronomi persaingan Pilpres dan Pilkada. Politikus tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu tanpa disertai deretan kelompok relawan pendukung di belakangnya.

Posisi strategis relawan difasilitasi oleh hadirnya era media sosial, ketika setiap individu memiliki medium digital untuk menyuarakan preferensi dan dukungan politiknya secara informal.

Baca Juga: Begini Detik-detik KRI Teluk Hading 538 Terbakar di Sulawesi Selatan

Kelompok relawan sering menamai diri secara unik, memilih nama singkatan bernuansa informal bahkan main-main. Seperti Rejo, Projo, GoJo (Golkar-Jokowi), Seknas-Jo, Joman, adalah contoh beberapa nama populer pendukung presiden Jokowi.

Nuansa informal kerelawanan politik kemudian menjadi berubah, ketika jagoan yang didukung menang.

Berada di lingkaran figur yang ikut dimenangkan dalam perebutan kekuasaan, membuka akses bagi para relawan untuk ikut berada di kekuasaan. Karakteristik relawan kemudian berubah, menjadi "rekanan".

Karena merasa telah ikut "berdarah-darah' memenangkan kandidat, maka sudah sewajarnya relawan ikut menikmati hasil "perjuangan"nya. Begitulah proses transformasi relawan menjadi rekanan dalam industri politik elektoral.

Baca Juga: Sinopsis Film The Frozen Ground: Menggigil dalam Misteri Pembunnuhan Berantai dengan Kegelapan yang Mencekam

Relawan politik kemudian tidak harus identik dengan sifat suka rela, tanpa pamrih, atau tanpa ngambek. Mendapat keuntungan, atau setidaknya berharap untuk memetik hasil, dari aktivitas kerelawanan, menjadi fitur yang lazim, taken for granted.

Namun, tentu, karakteristik rekanan tidak menafikan tetap adanya individu atau kelompok relawan yang memang murni suka-rela bergiat untuk memenangkan politikus pilihannya.

Selain ada juga yang sengaja dibentuk oleh figur politikus atau parpol untuk mencuri start kampanye, mengatasnamakan kelompok relawan, agar tidak melanggar ketentuan pemilu.

Namun, membedakan kelompok relawan dan rekanan cukup mudah. Biasanya bisa dilihat seusai pemilu, ketika kekuasaan baru, atau periode kedua, mulai membentuk kabinet, mengisi jabatan, menempatkan orang pada posisi strategis, seperti komisaris, staf khusus, staf ahli dan semacamnya. Kelompok rekanan biasa sangat agresif menyodorkan rekanan, eh, relawannya.

Baca Juga: Cara Miles Morales dan Varian Lain Mendapatkan Kekuatan Super di Film Spiderman Across The Spider Verse

Menjelang Pilpres 2024, geliat pembentukan kelompok relawan mulai bergulir. Misalnya, menurut Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDI Perjuangan, saat ini, jumlah tim relawan Ganjar Pranowo yang diverifikasi telah mencapai 457 kelompok.

Sebagai perbandingan, pada 2019, jumlah tim relawan Jokowi mencapai lebih dari 2.000 organ relawan. Belum diketahui jumlah kelompok relawan, atau rekanan, pendukung Prabowo atau Anies Baswedan, boleh dipastikan juga bakal banyak.

Istilah relawan, dalam konteks politik di Indonesia, telah mengalami perubahan, atau perluasan makna. Relawan dulu diidentikkan kerja-kerja sosial saat terjadi perang atau bencana alam. Membantu warga yang tertimpa musibah, atau prajurit yang terluka.

Baca Juga: Berikut Ini Profil dan Prestasi Pebulutangkis Malaysia, Lee Chong Wei Setelah Diberi Penghargaan Hall of Fame

Relawan politik, karena bergiat dalam "perang politik", dan bukan bantuan sosial untuk korban bencana, sebenarnya tidak pas memakai istilah relawan. Mengingat dukungan yang diberikan, sekalipun sukarela, adalah untuk memenangkan kompetisi laga pertandingan politik.

Karakteristiknya lebih mirip seperti supporter sepakbola , yang memberikan dukungan yel-yel kampanye untuk memenangkan tim jagoannya. Jadi, agar lebih sesuai dan mengena, mustinya istilah relawan politik perlu diganti dan diformalkan menjadi: rekanan politik.***

Berita Terkait