Ketika Ketatanegaraan Asli Indonesia Dihilangkan Dari Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 28 Mei 2023 03:05 WIB
Sebab ideologi Liberal, Kapitalisme, Komunisme, Sosialisme tentu tidak bisa dipakai mengukur Pancasila. Apalagi disetubuhkan, jelas tidak mungkin. Mengapa?
Liberalisme, Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme itu bicara Manusia dan Materialisme dengan menghalalkan segala cara. Sedangkan Pancasila bicara KeTuhanan, Manusia dan Materialisme (alam semesta).
Jadi mana bisa nilai-nilai yang bersumber dari menghalalkan segala cara disandingkan dengan nilai nilai yang bersumber dari Ilahi. Dan RG lupa bahwa Pancasila itu antitesis dari Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme.
BPUPKI Rapat besar pada 15 Juli 1905, dibuka jam 10.20 mengatakan (cuplikan):
”Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, faham keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.“
Jadi mengapa pendiri negeri ini anti terhadap individualisme, liberalisme, kapitalisme, sebab semua itu sumber dari kolonialisme imperalisme, yang menjadi dasar perjuangan bangsa ini untuk melawan dengan mengorbankan harta, darah dan nyawa.
Kita hidup tidak terlalu lama. Oleh sebab itu, sebagai anak bangsa, kita harus mempunyai kesadaran bersama bahwa kerusakan negara (seperti sekarang) ini, tentu, tidak dikehendaki oleh para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadi Kusumo, KH Wahid Hasyim dan pahlawan-pahlawan yang telah berjuang untuk melahirkan negara Indonesia.
Para pengamandemen UUD 1945 rupanya tidak memahami sistem yang mendasari UUD 1945. Akibatnya amandemen yang dilakukan telah merusak sistem bernegara dan bahkan menghancurkan tata nilai negara dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.