RENUNGAN JUMAT: Ayo, Kita Lawan Perbudakan Spiritual
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 19 Mei 2023 11:35 WIB
ORBITINDONESIA.COM - "Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan nabi adalah bentuk perbudakan spiritual. Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengeritik keras fenomena yang tidak sehat ini," kata almarhum Ahmad Syafii Maarif atau lebih akrab disapa Buya Syafi'i.
Apa yang dikemukakan Buya sejatinya adalah otokritik terhadap para agamawan, ustadz, kyai, dan sederet sebutan dan gelar yang terkait keagamaan lainnya. Bagaimana tidak, bila ditarik lebih jauh, ungkapan Buya Syafii terkait dengan perbudakan spiritual itu menyisakan sebuah pertanyaan substansial.
Yakni: bagaimana literasi agama selama ini dilakukan, sehingga bisa memunculkan apa yang kita sebut perbudakan spiritual.
Baca Juga: Survei Indikator Politik: Ganjar Pranowo/Sandiaga Uno Unggul Melawan Prabowo Subianto/Erick Thohir
Perbudakan secara umum berarti segala hal mengenai pengendalian terhadap seseorang oleh orang lain dengan cara paksaan. Bedanya, dalam perbudakan spiritual seringkali tidak dilakukan dengan cara paksaan, namun hegemoni wacana.
Sedang hegemoni adalah suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat.
Ini akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya di mana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya. Kelompok yang didominasi tidak merasa ditindas dan justru merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi.
Dalam perbudakan spiritual, seorang budak atau pihak yang didominasi tidak merasa ditindas. Bahkan mereka rela mengorbankan segalanya termasuk nyawanya untuk tuannya.
Padahal spirit agama jelas dan terang menghapus perbudakan antar manusia. Menghamba hanya kepada Tuhan yang Maha Esa. Memang Tuhan menurunkan Nabi. Kita pun diminta menaati Nabi.
Dalam ajaran agama seorang Nabi langsung dibimbing oleh Tuhan langsung, sehingga para Nabi terjaga dari kesalahan. Namun, itu tidak berlaku bagi keturunannya. Kita tentu ingat kisah Nabi Nuh dalam agama samawi. Anak Nabi Nuh tidak termasuk yang diselamatkan dalam azab banjir bandang.
Kita pun mendapatkan dalam ajaran agama kisah Nabi Luth. Istri Nabi Luth pun tidak termasuk orang yang diselamatkan dari azab Tuhan.
Bahkan, Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan, "Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!".
Apa artinya? Artinya, jika keturunan Nabi Muhammad SAW melanggar hukum, tetap harus menghadapi proses hukum. Tidak ada istilah kriminalisasi keturunan Nabi.
Dengan kata lain, agama mengajarkan bahwa semua manusia sama. Semua manusia harus dihormati karena sama-sama ciptaan Tuhan. Tidak ada manusia yang dihinakan. Semua orang harus mendapatkan perlakuan adil di muka hukum.
Dari jelata sampai mereka yang mengklaim atau diklaim sebagai ulama atau keturunan Nabi, jika melanggar hukum harus dihukum.
Baca Juga: Imbas Keributan di Final Sepak bola SEA Games, Yuttana Yimkarun Mengundurkan Diri
Tidak ada istilah kriminalisasi ulama bila ada yang diproses secara hukum karena dugaan pelanggaran aturan dalam bermasyarakat. Bandingkan dengan yang terjadi di negara kita?
Perbudakan spiritual adalah bukti bahwa kegagalan literasi agama. Semangat agama yang membebaskan justru tenggelam oleh gegap gempita perbudakan spiritual.
Bila kita telisik lebih dalam tentu ada keuntungan ekonomi-politik yang didapatkan dari gegap gempita perbudakan spiritual di negeri ini. Siapa yang diuntungkan? Jelas mereka yang dianggap tuan oleh para budak dalam sistem perbudakan spiritual itu.
Tokoh-tokoh agama yang memiliki semangat membebaskan rakyat dari perbudakan spiritual, jangan diam. Jika mereka diam, sistem perbudakan spiritual ini akan terus mendominasi tafsir dari agama. Jika itu terjadi, umat bergama kan kembali ke masa kegelapan.
Waallahu Alam
Bojone Toyib. ***