DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Iyyas Subiakto: Kita Mendukung Posisi Adian Napitupulu tentang Prabowo dan Anies

image
Prabowo dalam kampanye pilpres 2019 silam. Foto: Antara

ORBITINDONESIA.COM - Penolakan Pena 98 atas capres pelanggar HAM dan pelaku politik identitas jelas tertuju pada Prabowo dan Anies. Sekjen Pena 98, Bung Adian Napitupulu jelas ada pada barisan itu. Dan jelas pula posisi kita harus mendukungnya.

Buat Prabowo jelas pula pada saat pilpres 2019, selain torehan masa lalu yang kelam, beliau juga didukung oleh kelompok HTI dan FPI saat itu.

Selain dukung Prabowo, kelompok ini baru saja sukses mengantarkan Anies menjadi Gubernur DKI tahun 2017, di mana politik identitas digagas dan mengganas. Desain dibelakang itu dikendalikan Eep Saefulloh Fatah.

Baca Juga: SEA Games 2023: Songchai Thongcham Kena Karma Karena Ucapannya Tidak Menjadi Kenyataan

Perpaduan antara pelanggar HAM dan penjual agama saat itu nyaris sukses. Efek dari itu juga berimbas untung kepada PKS, yang meraup kenaikan suara lumayan besar. Partai yang bernapaskan anti Pancasila dan ber DNA Wahabi juga sepupunya HTI dan FPI kini mereka ada di antara kita, dan tetap berbahaya.

Kita jangan lupa, kebrutalan pemilu 2019 itu nyata. Ingat kerusuhan Jakarta, ambulans Gerindra mengangkut batu, asrama polisi terbakar. Semua bisa dilihat dari CCTV yang dipasang Pemda zaman Ahok.

Saat itu Gubernur Jakarta ke luar kota. Setelah reda, dia pulang pura-pura mencuci jalan dan mengangkat keranda korban kerusuhan. Tapi tidak mampir di asrama polisi yang terbakar, dia berkelakar. Prabowo juga terbang ke Wina. Entah apa tujuannya.

Semua hal buruk itu bisa sirna karena angkatan bersenjata kita dan Polri masih berpihak kepada Pak Jokowi.

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Sayuri Bersaudara Tetap Bersama PSM Makassar

Drama-drama lucu pilpres 2019 itu masih membekas di benak kita. Bagaimana Prabowo disuruh sujud duluan sebelum selesai hitungan.

Ini semua dagelan yang direncanakan untuk membuat alasan bahwa Pak Jokowi menang karena kecurangan. Tapi kebenaran tetap kebenaran, Pak Jokowi akhirnya menang dengan angka 55 persen.

Tapi politik tetap politik, 2009 Bu Mega pernah menggandeng Prabowo sebagai cawapres. Padahal kurang apa sakitnya keluarga Soekarno dibuat Soeharto. Apakah hati Bu Mega saat itu sudah memaafkan atau gelap karena ambisi kekuasaan, sampai bekas mantu musuh bebuyutan Pak Karno diganteng enteng tanpa beban.

Kita tidak tahu apa perasaan Bu Mega saat itu, hanya Tuhan yang tahu, walau ada yang lucu.

Baca Juga: AMDK Galon Guna Ulang Masih Jadi Pilihan di Banyak Kantor Pemerintah

Sekarang terjadi lagi antara Prabowo dan Pak Wiranto, musuh sumpah pocongnya sirna kepada Prabowo. Sekarang Pak Wiranto mendukung Prabowo. Memaafkan itu baik, tapi kalau makan bangkai itu menjijikkan.

Kenapa kita sebut bangkai? Iya, karena torehan keganasan masa lalu itu begitu menyakitkan buat bangsa ini, sehingga tidak bisa serta merta kita diminta melupakan. Kita ini rakyat yang menerima derita dan semua akibatnya dari perilaku jahat masa lalu mereka.

Sekarang bangkai itu diumpankan kepada kita. Padahal masih menyisakan banyak pertanyaan tentang di mana orang hilang, siapa yang membakar Jakarta dan memperkosa perempuan etnis Tionghoa.

Kita harus melawan kalau dipaksa untuk lupa. Karena baunya masih menyebar di mana-mana. Termasuk perbuatan keji pilkada Jakarta. Kita ingat itu semua. Zombie itu sekarang berjalan di antara kita. Hati-hati selain terus waspada, kita harus terus terjaga demi Indonesia.

(Oleh: Iyyas Subiakto, tulisan mengalami proses editing dan penggantian judul) ***

Berita Terkait