Kapitalisasi Identitas Arab
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 08 Mei 2023 10:05 WIB
Inilah yang menyebabkan munculnya fenomena habib-habiban, born-again habib, imitasi penampilan Arab di medan dakwah dan berbagai media massa.
Bagaimana sebagian masyarakat kita itu begitu terobsesi dengan kearaban (Arabness). Mereka kerap meniru atau berusaha menjadi Arab dalam mode berpakaian, mengikuti gestur (gerak-gerik) orang Arab, mendengarkan musik padang pasir, memakai nama-nama Arab, mengikuti selera kuliner Arab, dan bahkan menggunakan kosmetik Arab.
Peristiwa budaya seperti ini mudah dijumpai pada saat ritual keagamaan, seperti acara haul (peringatan kematian). Juga bisa dilihat pada upacara keberangkatan dan kepulangan ibadah haji.
Identifikasi Arab ini pula yang menjadi salah satu landasan dalam berpolitik dan berorganisasi sosial masyarakat kita.
Karena identifikasi Arabnya lebih banyak, misalnya, dulu orang lebih tertarik bergabung ke ormas Islam radikal seperti Front Pembela Islam (FPI) yang sekarang sudah di bubarkan.
Kerancuan terjadi ketika gelombang habib-habiban belakangan ini memanfaatkan penghormatan masyarakat terhadap kearaban untuk kepentingan politik dan ekonomi mereka. Seperti halnya dengan FPI, politisasi dan komersialisasi identitas Arab itu juga berhasil dalam beberapa kasus.
Contoh yang paling menonjol tentu saja dalam bidang dakwah dengan popularitas dai atau penceramah yang berpenampilan dengan mode Arab atau mengidentifikasi dirinya sebagai habib.
Untuk menghindari upaya politisasi dan menjual identitas untuk kepentingan ekonomi dan keagamaan tertentu, sebagian keturunan Arab di Indonesia berusaha menghilangkan identitas Arab dari dirinya.