DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Cak Islah Bahrowi: Agama Tidak Primitif

image
Ibadah haji di Makkah, salah satu ritual agama Islam.

ORBITINDONESIA.COM - Semua agama lahir ribuan tahun lalu, tapi dengan beragama kita tidak harus berbenturan dengan peradaban yang mungkin saja berlangsung hingga ribuan tahun ke depan.

Bukan berarti agama harus mengalah terhadap pemikiran manusia, tapi justru agama harus mengawal lonjakan peradaban manusia.

Agama apapun tidak memaksa untuk diam ditempat, tapi memacu kita untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan tanpa meninggalkan konsep keimanan hingga kiamat.

Baca Juga: Jangan Anggap Sepele, Inilah Manfaat Besar Buah Rambutan untuk Kesehatan

Pemaksaan untuk hidup dengan pola yang sama dengan era ketika agama diturunkan, sama saja dengan mengasingkan agama dari peradaban.

Memaksa pemeluk agama untuk hidup dengan budaya yang sama dengan tempat agama diturunkan, sama saja dengan menganggap agama sebagai akar fasisme etno-sosial. Agama bukan Israel, Arab atau India, ia adalah geliat peradaban bagi siapapun, dimanapun dan kapanpun.

Agama memberi ruang bagi sains dan budaya untuk berkembang sebagai khazanah intimasi sosial di seluruh alam semesta. Agama adalah keseimbangan "hablum minallah" dan "hablum minannas".

Kita tidak bisa memaksakan diri untuk hidup persis dengan masa kelahiran agama ribuan tahun lalu, karena seluruh perangkat hidup kita hari ini serba baru. Agama juga tidak memaksa kita untuk terus primitif dalam persoalan karya cipta.

Baca Juga: Untuk yang Berusia di Atas 60 Tahun: Awas, Meninggal Karena Tersedak

Tafsir-tafsir agama yang masih berkutat dalam persoalan remeh-temeh tak akan pernah membuat kita maju. Terutama yang masih sibuk menggugat budaya cium tangan, membid'ahkan budaya saling bermaafan di Hari Lebaran, memilih persahabatan karena beda keimanan, serta masih saja berkutat dengan penghinaan kepada keyakinan orang lain.

John Kingston dalam The Politics and Religion menulis; "agama menawarkan kebaikan moral, keimanan dan ketuhanan. Ketika ia diselipkan dengan intervensi budaya, maka agenda politik pasti ikut serta bersamanya". Dalam istilah Kingston, "cultural invasion to conquer in the name of god", serbuan budaya untuk penaklukan atas nama Tuhan.

Karenanya, jangan pernah memaksakan diri untuk meninggalkan budaya leluhur, sepanjang budaya itu tidak meninggalkan norma-norma kepatutan dan kearifan lokal.

Karena agama bukanlah instrumen Tuhan untuk memaksa manusia menjadi orang asing di tanah kelahirannya sendiri.

(Oleh: Cak Islah Bahrowi) ***

Berita Terkait