Bahai Bukan Islam, Tetapi Mengakui Muhammad, Yesus, Musa, Ibrahim, Buddha Sebagai Rasul
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 26 Maret 2023 07:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM – Dalam bulan Ramadan, tak ada salahnya umat Islam belajar memahami keunikan agama-agama lain yang ada di dunia. Salah satunya adalah kepercayaan Bahai.
Ajaran utama dari Bahai adalah kesatuan umat manusia. Bahai percaya bahwa semua orang adalah sama di hadapan Tuhan. Bahai memandang, ras, agama, dan hambatan nasional harus dihilangkan untuk menciptakan komunitas global berdasarkan cinta, persatuan, dan keadilan.
Bahai juga percaya pada keselarasan esensial antara sains dan agama, penyelidikan independen atas kebenaran, kesetaraan pria dan wanita, dan pentingnya pendidikan universal.
Bahai mengikuti ajaran Bahaullah, pendiri kepercayaan Bahai, yang mengajarkan bahwa umat manusia adalah satu dan bahwa tujuan agama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual dan material semua orang.
Bahaullah menekankan perlunya penghapusan prasangka, pembentukan perdamaian dunia, dan adopsi bahasa universal dan sistem timbangan dan ukuran.
Dia juga mengajarkan bahwa Tuhan telah mengirimkan utusan sepanjang sejarah, termasuk Ibrahim, Musa, Buddha, Yesus (Isa), dan Muhammad, untuk membimbing umat manusia menuju perkembangan spiritual dan moralnya.
Secara keseluruhan, Bahai mempromosikan visi dunia yang bersatu, adil, dan damai, dan mendorong para pengikutnya untuk bekerja menuju realisasi visi ini melalui pelayanan kepada orang lain dan kemajuan masyarakat.
Baca Juga: Seorang Ibu Beli Tas Dari Emas Sampai Rp 550 Juta, Netizen Penasaran: Semoga Bukan Istri Pejabat
Bahaullah, lebih jauh mengingatkan: Utusan-utusan Ilahi telah diturunkan dan kitab-kitab mereka diwahyukan dengan maksud untuk meningkatkan pengetahuan tentang Tuhan serta menegakkan persatuan dan persahabatan di antara manusia.
Bahai adalah agama/kepercayaan termuda. Agama abad 19, yang hadir ketika umat manusia sudah "dewasa" dalam peradaban, kemanusiaan, dan ilmu pengetahuan.
Kitab sucinya terjaga, ditulis langsung oleh Bahaullah antara 1853-1892 di wilayah Iran. Keaslian kitab sucinya terawat, tanpa cacat dan manipulasi hingga saat ini.
Dalam kitab sucinya Bahaullah mengupas keesaan Tuhan, fungsi Wahyu, tujuan hidup, hukum dan prinsip agama, ajaran akhlak, pendidikan, kesetaraan gender, masa depan umat manusia, sampai kehidupan ruh dan alam keabadian. Lengkap.
Baca Juga: Kereta Api Commuter Line Diduga Meledak di Bojong Gede, Ternyata Ini Penyebabnya
Bahai sudah tersebar di 120.000 kota dan desa di seluruh dunia dan diakui secara resmi oleh 230 negara. Bahai International Community aktif di berbagai forum internasional dan telah memiliki kantor perwakilan di PBB, New York dan Jenewa.
Menurut Nasrin Astani, tokoh Bahai Indonesia, agama Bahai punya misi mempersatukan umat manusia. Orang menjadi Bahai tidak harus keluar dari agama asalnya.
Tak ada istilah "murtad" seperti julukan untuk orang Islam yang pindah ke agama lain. Atau mualaf (julukan untuk orang agama lain yang pindah ke Islam).
Iman kepada ajaran Bahaullah bukan converting dari iman sebelumnya. Tapi memperkaya dari iman sebelumnya. Ini ditunjukkan oleh keterbukaan tempat ibadah kaum Bahai, yang diberinama masyrikul adhkar (MA).
Rumah ibadah kaum Bahai terbuka untuk umat semua agama. MA adalah tempat peribadatan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan persahabatan antar semua umat beragama.
Ia tempat yang aman untuk perenungan yang dalam tentang spiritualitas dan kehidupan masyarakat. Laki dan perempuan, muda mudi dan anak anak adalah setara di dalam MA.
Universalitas dan Integralitas MA terlihat dari struktur bangunannya yang bersegi sembilan. Rumah ibadah ini memiliki arsitektur bertema Ketunggalan -- dengan sembilan sisi dan sebuah kubah di tengah.
Tak ada khotbah dan ritus di MA. Semua penganut agama boleh berdiam di sana. Tiap tahun jutaan manusia dari semua agama di seluruh dunia mengunjungi MA untuk berdoa, berzikir dalam hati, dan bermeditasi.
Baca Juga: Renungan Ramadan: Biarpun Beragama Kristen, Aku Ikut Puasa Ramadan
Saat ini MA tingkat dunia telah berdiri di New Delhi India, Frankfurt Jerman, Panama City, Sydney Australia, Illinois AS, Chili, dan Kampala (Uganda)
Ibadah bagi agama Baha'i bukan hanya ritus seperti salat dan puasa. Tapi juga kerja untuk perbaikan sosial, kemanusiaan, dan ilmu pengetahuan. Ketiga ibadah terakhir ini, sama nilainya di mata Rasul Bahaullah ketimbang ibadah ritual tadi.
Terkait dengan MA, Abdul Baha, putra Bahaullah, berharap: "Semoga umat manusia dapat menemukan satu tempat untuk berkumpul bersama dan semoga proklamasi kesatuan umat manusia memancar dari istana suci-Nya yang terbuka." ***