Cacing Tanah di Anime Suzume no Tojimari Ternyata Terinspirasi dari Namazu, Apa Itu
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 18 Maret 2023 20:31 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Anime Suzume no Tojimari masih menjadi film nomor satu di bioskop Indonesia untuk kategori film animasi asing.
Hingga saat ini, anime Suzume no Tojimari masih bertenger di bioskop sejak tayang perdana pada 8 Maret 2023 lalu.
Diperkirakan, anime Suzume no Tojimari masih dapat ditonton di bioskop beberapa hari ke depan, mengingat antusiasme masyarakat menonton anime karya Makoto Shinkai ini yang besar.
Baca Juga: Begini Kondisi David Latumahina Usai 25 Hari Dirawat Intensif, Jutaan Doa Terus Mengalir Tiada Henti
Selain itu, anime Suzume no Tojimari juga memperkenalkan budaya-budaya Jepang kepada penggemarnya di Indonesia.
Beberapa budaya yang diketahui dan tidak diketahui orang Indonesia disisipkan Makoto Shinkai di dalam cerita yang diangkat di anime Suzume no Tojimari ini.
Salah satunya yakni adalah cacing tanah pembawa bencana.
Baca Juga: Hary Tanoesoedibjo Targetkan Perindo Raih 10 Persen Suara Nasional dan Menang di NTB Pemilu 2024
Bagi yang sudah menonton anime Suzume no Tojimari, pasti mengetahui adanya mahkluk aneh yang menyebabkan bencana, khususnya gempa bumi di Jepang ini.
Tapi, tahukan kamu kalau ternyata mahkluk tersebut terinspirasi dari salah satu mahkluk mitologi Jepang, yakni Namazu.
Seperti apa Namazu itu?
Dilansir dari abstrak skripsi berjudul "Kearifan Lokal dari Mitos ”Namazu” sebagai Penyebab Gempa Bumi di Jepang" yang ditulis Risnawati dari Universitas Sumatera Utara (USU), Namazu adalah makhluk mitologi berupa ikan berukuran besar yang ada di bawah tanah.
Makhluk ini dikaitkan dengan gempa bumi di Jepang tepatnya di sekitar Danau Biwa, Chikubushima dan kemudian menyebar di wilayah Kanto.
Mitos namazu muncul pada Oktober tahun 1855 seiring dengan gempa besar yang mengguncang kawasan Edo.
Gempa menewaskan ribuan orang. Dari peristiwa tersebut, Dewa Khasima telah berusaha keras untuk menahan Namazu dengan batu raksasa.
Gambaran Namazu dikenal sejak abad kelima belas, namun hanya pada akhir abad kedelapan belas ia menjadi terkait dengan bencana alam.
Pada periode Tokugawa (1603-1868) Namazu itu adalah dewa sungai yang terkait dengan banjir atau hujan deras.
Dia bertindak sering sebagai firasat bahaya, memperingatkan orang-orang dari malapetaka yang akan segera terjadi atau menelan naga air berbahaya, mencegah bencana lebih lanjut.
Naga itu adalah simbol yang sangat tua dan kuat, diimpor dari Tiongkok, dan dianggap sebagai penyebab utama berbagai jenis bencana, termasuk gempa bumi.
Selama abad ke-18 Namazu raksasa secara bertahap menggantikan naga dalam perannya sebagai pembuat kejahatan.
Baca Juga: Doa Pilihan untuk Menyambut Bulan Puasa Ramadhan 2023 Lengkap dengan Bahasa Arab, Latin, dan Artinya
Perubahan dari naga ke Namazu ini kecil, karena naga juga dikaitkan dengan air dan sungai.
Oleh karena itu dianggap terkait erat dengan mitos Namazu.
Selama abad ke-19 dan terutama setelah gempa Edo (Tokyo modern) pada tahun 1855, kesalahan Namazu dianggap lebih merupakan penghukuman terhadap keserakahan manusia, karena diyakini bahwa Namazu dengan menyebabkan malapetaka memaksa orang untuk mendistribusikan kekayaan mereka sepenuhnya.
Namazu dikenal sebagai yonaoshi daimyojin, “dewa pembetulan dunia”.
Namazu dipercaya hidup di bawah tanah yang berada di Provinsi Hitachi yang saat ini dikenal dengan Ibaraki di utara Tokyo.
Satu batu bernama Kanameishi menahan Namazu agar tidak bergerak.
Berat batu lama-kelamaan tidak bisa lagi menahan gerak Namazu, sehingga Dewa Khasima harus menekan terus batu itu.
Namun setiap bulan kesepuluh tiap tahunnya, Khasima harus ke selatan Jepang bertemu dengan para dewa lainnya.
Tugas menjaga Namazu diserahkan kepada Dewa Ebizu (Dewa keberuntungan).
Akan tetapi, Dewa Ebizu tidak mampu menahan gerak Namazu.
Mitos namazu muncul karena pengaruh kebudayaan Tiongkok dan kepercayaan kepada para Dewa.
Selain itu mitos Namazu juga muncul karena masyarakat Jepang zaman dahulu mengamati perilaku abnormal pada Namazu sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami.
Baca Juga: BRI Liga 1: PSS Sleman Melawan Borneo FC, Super Elja Sukses Raih Tiga Angka
Dengan adanya mitos Namazu tersebut, masyarakat Jepang akan lebih berhati-hati.
Karena mitos Namazu tersebut adalah sebagai penanda bahwa akan terjadinya gempa bumi.
Setelah adanya mitos Namazu tersebut, masyarakat Jepang dapat menjaga hubungan dengan ekosistemnya (lingkungannya), baik itu manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, maupun manusia dengan Tuhannya (Dewanya).
Hal inilah yang membuat masyarakat Jepang bekerjasama melakukan ritual atau memberi sesembahan untuk Dewa Khasima agar sang Dewa selalu menjaga alam supaya tidak terjadinya bencana gempa bumi.
Dilihat dari salah satu fungsi kearifan lokal yaitu kearifan lokal sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.
Kearifan lokal dari mitos Namazu dikaitkan dengan gempa bumi dan hubungannya terhadap Manusia, Alam dan Dewa.
Apabila pemilik rumah meletakkan lukisan Namazu di dinding rumah, maka kebahagiaan pun akan berpihak kepadanya.
Karena masyarakat Jepang menganggap namazu itu adalah Dewa.
Kemudian di depan rumah di letakkan bebatuan agar tidak terjadi sesuatu yang sangat membahayakan pemilik rumah.
Baca Juga: Fadli Zon Berfoto di Depan Masjid Quba Madinah, Netizen: Masya Allah Habib Zon
Itulah informasi tentang Namazu yang menginspirasi Makoto Shinkai di anime Suzume no Tojimari. Semoga bermanfaat.***
Dapatkan informasi menarik lainnya dari ORBITINDONESIA.COM di Google News.