Tentang Zat Kimia Berbahaya pada Kemasan, Pakar Hukum UI Sebut Perlu Kajian Ilmiah Sebelum Buat Kebijakan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 03 Maret 2023 11:43 WIB
Selain itu, materi muatannya juga harus mencerminkan asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
“Jadi, membuat peraturan itu nggak bisa sembarangan. Ada naskah akademiknya, ada penelitiannya, dengar pendapatnya, tidak gampanglah pokoknya,” tukas Ningrum.
Ningrum menuturkan, persaingan usaha itu ada yang namanya natural barrier to entry dan artificial barrier to entry. Yang natural, menurut Ningrum, itu harus dipenuhi oleh para pelaku usaha sesuai dengan kebutuhan industri.
Tapi, lanjutnya, yang artificial ini suka sekali ada regulasi-regulasi yang menjadikan orang ada beban untuk masuk ke dalam satu pasar.
Baca Juga: WorldSBK 2023: Hasil FP1, Michael Rinaldi Dan Ducati Berjaya
Dia mencontohkan, seperti kebijakan BPOM terkait pelabelan “berpotensi mengandung BPA” pada galon guna ulang.
Menurutnya, kebijakan ini jelas akan menaikkan biaya dari industri yang menjual galon guna ulang. “Peraturan ini jelas akan menjadi satu level beban, yang akan dihadapi pelaku usaha yang memproduksi air kemasan galon guna ulang,” tuturnya.
Kenapa kebijakan BPOM ini bisa terjadi, menurut Ningrum, itu karena berbagai lembaga dan kementerian belum banyak dibekali dengan apa yang disebut dengan competition checklist.
“Akibatnya, peraturan-peraturan itu akan menjadi beban bagi industri dan akan berdampak kepada daya saing suatu perusahaan, karena dia memerlukan biaya produksi ini dan itu. Belum lagi bertanding soal iklan,” ucapnya.
Baca Juga: Netizen Bandingkan Kecantikan Linda Pujiastuti dengan Merthy Kushandayani, Istri Sah Teddy Minahasa!
Ningrum mengatakan, membuat kebijakan dengan melihat sisi kesehatannya itu tidak salah. Tapi, lanjutnya, dampak peraturannya juga harus mempertimbangkan sisi persaingan usahanya yang dimunculkannya.
“Dalam rangka kesehatan boleh-boleh saja untuk jadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Tetapi, tetap harus dilihat juga dampaknya terhadap persaingan usaha,” katanya.
Baru-baru ini, beberapa pakar hukum hingga guru besar diberitakan menemui Wantimpres untuk mendesak agar pelabelan “berpotensi mengandung BPA” segera dilakukan terhadap kemasan air minum galon berbahan Polikarbonat.
Sementara, beberapa pihak melihat kebijakan ini terkesan diskriminatif dan mengandung unsur persaingan usaha.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) salah satu yang mengendus hal ini. Komisioner KPPU, Chandra Setiawan melihat polemik kontaminasi BPA, yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi, yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.