Resensi Buku: Kegalauan Penyair tentang Masa Depan Minangkabau
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 25 Februari 2023 15:10 WIB
Yang dipersoalkan oleh Gamawan: Ke mana arah perubahan itu? Apakah akan mencabut akar-akar budaya atau meninggalkan nilai-nilai yang (dulu) diyakini kebenarannya?
Sehingga orang Minang kehilangan identitas masa lalunya dan menjadi “Minangkabau Baru” yang berbeda sama sekali?
Di sini Gamawan menegaskan, kebudayaan Minang adalah kebudayaan yang terbuka. Tak resisten dengan kemajuan dan pembaruan, namun toleransi juga tanpa batas.
Sejumlah penyair menyatakan kegalauannya lewat puisi di buku ini. Hal itu sangat tampak pada puisi karya Armaidi Tanjung yang berjudul “Minangkabau” (hlm. 6). “Rumah gadangku sudah bolong. Udara busuk merasuk ke dalam…” tulis Armaidi.
Sedangkan Hasanuddin Datuk Nan Patih dalam puisinya “Balada Negeri Pujangga” menulis: “Namun, fakta negeri pujangga ketinggalan kereta tak bisa diingkari. Mengapa tidak, itu dua tiga dasawarsa atau segenerasi…”
Sebagai buku kumpulan puisi, buku ini tentu tidak berpretensi untuk mengulas secara utuh atau menjawab pertanyaan-pertanyaan krusial tentang ke mana adat dan budaya Minang itu akan menuju.
Nakun setidaknya, buku ini bisa menggugah pemikiran tentang dinamika apa dan bagaimana yang sedang terjadi di negeri Minangkabau. Tugas para cendekiawan di Sumatra Barat untuk mendalami lebih lanjut dan menjawabnya.
Oleh: Satrio Arismunandar, Sekjen SATUPENA Pusat, mantan wartawan Harian Kompas dan Trans TV, doktor Filsafat lulusan FIB Universitas Indonesia.
Kontak/Email: 081286299061/ sawitriarismunandar@gmail.com ***