Denny JA: Sihir di Tatapan Mata Ibu Tua Itu, Kasus Ahmadiyah di NTB
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 07 Agustus 2022 10:20 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA – Peristiwa terusirnya pengikut Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak luput dari keprihatinan pendiri ORBITINDONESIA, Denny JA.
Melalui puisi esai mini dalam bukunya "Jeritan Setelah Kebebasan", Denny JA menyuarakan keprihatinnya terhadap konflik bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan melalui puisi esai mini karyanya.
Melalui puisinya tersebut, Denny JA tidak ingin konflik bermuatan primordial itu terulang lagi di Republik ini.
Berikut puisi esai mini sebagai keprihatinannya pada peristiwa Ahmadiyah di NTB:
“Sihir di Tatapan Mata Ibu Tua Itu”
Kaget, Baka terbangun.
Ia terduduk lesu di tempat tidur.
Pukul 3.00 dini hari.
Berulang-ulang,
mimpi itu datang lagi.
sinar matanya, wajahnya,
dan suaranya:
“Kekuatan gaib akan mengubahmu!”
Enerji purba memenuhi kamar.
Hening yang ajaib memancar dari dinding, lampu, jendela dan pintu.
Baka terdiam.
Ia pun sholat malam.
Minta ampun jika ada kesalahan.
Sekaligus memohon petunjuk.
Apa arti mimpi itu,
yang menghantuinya,
datang lagi dan lagi.
Peristiwa di Ketapang, Lombok Barat, NTB, di satu sore, seminggu lalu, di tahun 2006, hadir kembali. (1)
Kamarnya menjadi layar yang besar.
Kepalanya menjadi proyektor.
Aneka gambar, peristiwa dan emosi tersaji kembali.
Baka bersama puluhan penduduk setempat menyerbu.
Pemukiman Ahmadiyah mereka serang.
“Hei, ajaran sesat.
Pergi kau dari sini.
Darahmu halal.
Allahu Akbar!“
Suara pukulan, umpatan, tangisan, bergema sahut- menyahut.
Juga suara api yang membakar.
Terdengar teriakan anak- anak ketakutan.
Kaca dipecah.
Rumah dijarah.
Perabotan diobtak- abrik.
Usia Baka dua puluhan.
Amarah dari langit masuk menjadi roh di badannya.
Dengan kayu di tangan.
Ia pukul orang- orang Ahmadiyah itu.
Tanpa ampun.
Kayunya memukul siapa saja yang ada.
Meja makan di rumah itu, Baka tebalikan.
Ia lemparkan kursi ke kaca.
Baka pun masuk ke ruang itu.
Lemari itu ia dorong hingga jatuh.
Tak sadar Baka.
Lemari itu menimpa seorang ibu tua, si pemilik rumah.
Kaki Ibu tua itu terjepit lemari yang terbalik.
Bakapun cepatnya saja mengayuhkan kayu,
Dengan wajah yang berdarah,
Ibu tua itu menatap Baka.
Sinarnya tajam sekali.
Ada sihir di sana.
Mengeluarkan kata yang agak aneh, Ibu tua itu berkata rendah dan dalam:
“Alam gaib akan mengubahmu!
Pergi kau dari sini!”
Kayu yang akan Baka ayunkan ke kepala ibu itu terhenti.
Baka diam.
Waktu seolah beku.
Baka terpana.
Aliran listrik menyengat tubuhnya.
Saling tatap mata antara Baka dan Ibu tua itu.
Cukup lama.
Bakapun membalikkan badan.
keluar dari rumah Ibu tua itu.
Gerombolan lain masih menghancurkan pemukiman Ahmadiyah.
Menuju jalan pulang, Baka kembali terpana.
Sesuatu yang aneh masuk ke hatinya.
Lima belas tahuh kemudian.
Baka sudah lama tinggal di Jakarta.
Ia tumbuh menjadi pengusaha.
Sukses.
Banyak uang.
Tapi tatapan ibu tua itu selalu datang.
Kadang lewat mimpi.
Kadang berkelebat saja ketika Baka sedang diam, sedang sholat, sedang bekerja.
Baka mendengar kabar.
ibu tua itu masih hidup, tapi lumpuh kakinya, tertimpa lemari.
Baka juga mendengar, ibu tua itu seorang guru ngaji.
Ia bisa mengobati orang sakit.
Itu ibu dianggap punya petuah.
Lidahnya pahit karena ucapannya banyak terbukti.
Rasa sesal yang aneh Baka alami.
Kadang Baka juga takut,
apa yang datang menimpa.
Bakap membaca kembali di internet:
Aneka persekusi terhadap Ahmadiyah. (2)
Dari 2004 hingga 2014.
Lebih dari 30 masjid Ahmadiyah ditutup paksa.
Tahun 2008, terjadi 193 kasus serangan atas Ahmadiyah, di berbagai pelosok tanah air.
Tahun 2011, persekusi di Desa Cikeusik, Pandeglang, Banten. Insiden kekerasan brutal atas kampung Ahmadiyah.
Ada yang mati.
Pemerintah daerah di Kuningan, Jawa Barat, menuntut Ahmadiyah meninggalkan kepercayaan, jika ingin punya KTP.
Di Pulau Bangka, jamaah Ahmadiyah diminta pindah agama ke Islam Sunni jika tidak ingin diusir dari desa.
Tahun 2002 di Selong dan Poncor, Lombok Timur.
Sebanyak 62 rumah dihancurkan.
Persekusi selama satu pekan.
Komunitas Ahmadiyah diusir dan diungsikan.
Mereka yang berani kembali,
diserang lagi.
Ada yang pindah sampai ke Sumbawa.
Tapi mereka diserang lagi. Akhirnya mereka tinggal di pengungsian Transito, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Baka kembali teringat tahun 2006.
Di wilayahnya di Ketapang, NTB.
Penyerangan terhadap Ahmadiyah.
Sebanyak 800 warga Ahmadiyah diusir dari
tanahnya sendiri.
Mereka juga akhirnya tinggal di pengungsian Transito, Mataram.
Komunitas Ahmadiyah masih menjadi pengungsi di sana.
Lima belas tahun sudah.
Baka memang sudah berubah.
Ia memilih dakwah agama yang lemah lembut.
Ia jauhi kekerasan.
Ia tak lagi sentuh paksaan soal agama.
Tapi tetap ada yang mengganjal.
Baka menjadi pengusaha sukses.
Banyak jenis bisnisnya, dari usaha umroh, hotel hingga tambang.
Tapi tetap ada yang menghantui.
Baka juga dermawan.
Banyak sudah yang ia bantu.
Rejeki untuknya datang dari Tuhan.
Itu adalah titipan.
Dikembalikannya untuk orang tak mampu.
Tapi tetap ada kerikil di dalam sepatu.
Baka mencari solusi.
Ia ingin tak lagi dihantui tatapan mata Ibu tua itu.
Seorang waskita arif bijaksana, menjadi tempat bertanya.
Orang- orang memanggilnya Guru.
“Apa yang harus kulakukan, Guru?
Tatapan mata Ibu tua itu menyiksaku.
Dari dulu hingga kini,
tatapan mata itu mengikutiku.
Lima belas tahun sudah.”
Sang guru mengajak Baka berdoa bersama,
sambil menyentuh kepala Baka.
Baka menangis.
Sangat kencang.
Badannya terguncang- guncang.
Dalam sekali.
Pelan Baka menyebut: “ampun, ampun.”
“Apa yang terbayang?,” tanya Guru.
Baka menjawab sambil terus menangis, yang ia tahan- tahan.
“Aku melihat puluhan anak- anak Ahmadiyah.
Mereka terlantar, di pengungsian, di Transito, Mataram.” (3)
“Aku melihat diriku di sana.
Aku ikut menghancurkan hidup anak- anak itu.”
Guru meminta Baka berhenti menangis.
“Dengar Baka,” ujar Guru.
“Ini caranya jika dirimu ingin sembuh hingga ke batin.”
“Kau cari anak- anak Ahmadiyah yang terlantar.
Dimana saja.
Kau bantu mereka sekolah.
Buat mereka tumbuh mandiri.
Lakukan dengan hati yang ikhlas.”
“Namun jangan kau ubah paham agama mereka.
Biarkan mereka tumbuh meyakini paham Ahmadiyah.
Itu pemberian orang tua mereka sendiri.”
“Hanya ini penyembuh luka batinmu.”
Batin Baka mendua.
Berperang Baka yang lama
dan Baka yang baru.
“Haruskah aku kerjakan ini?”
Lama Baka merenung.
Tatapan mata Ibu tua itu terus menghantui.
Dan ucapan Ibu tua:
“Alam gaib akan mengubahmu!”
Baka mengumpulkan lima karyawan.
Mereka diminta kerja sembunyi dan senyap.
Jangan ada keluarga Baka yang tahu.
“Mohon carikan dua puluh lima anak- anak Ahmadiyah.
Dimanapun mereka berada.
Jadikan mereka anak asuh.
Biayai sekolah mereka,
hingga mereka sukses mandiri.”
“Tak usah mereka tahu,
bahwa aku yang membiayai semua,” pinta Baka.
Setahun sudah berlalu.
Baka melihat wajahnya di cermin.
Ia dulu menghancurkan pemukiman Ahmadiyah.
Kini diam- diam ia membiayai
anak- anak Ahmadiyah sekolah.
Kini Baka membiarkan anak- anak Ahmadiyah itu tumbuh dengan paham agamanya sendiri.
Baka teringat kembali.
Dan ucapan Ibu tua:
“Alam gaib akan mengubahmu.”
“Ya, ya, ya.
Alam gaib sudah mengubahku,” gumam Baka terpana.
Setahun sudah berlalu.
Tatapan mata Ibu tua itu tak lagi menghantuinya. ***
Agustus 2022.
(1) Pengusiran Ahmadiyah di Ketapang, NTB
https://m.liputan6.com/news/read/117680/nasib-pahit-jemaat-ahmadiyah
(2) Berbagai persekusi atas Ahmadiyah
https://www.vice.com/id/article/mb7ex3/jalan-tak-ada-ujung-pengungsi-ahmadiyah-di-lombok
(3) Lima belas tahun lebih komunitas Ahmadiyah tinggal di pengungsian, Transito, Mataram, NTB
https://projectmultatuli.org/cerita-jemaat-ahmadiyah-di-lombok-yang-diusir-dan-masih-mengungsi-selama-15-tahun-di-asrama-transito-kota-mataram/
#Puisi Esai Mini ini bagian dari buku “JERITAN SETELAH KEBEBASAN” yang segera terbit (Denny JA, 2022).
Ini kumpulan kisah konflik primordial di Era Reformasi: Konflik agama di Maluku (1991-2002), Konflik suku dayak versus madura di Sampit (2001), Konflik Rasial di di Jakarta (Mei 1998), Konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), dan konflik pendatang Bali dan penduduk Asli di Lampung (2012). ***