9 Tradisi Unik Khas Malam Satu Suro di Berbagai Daerah Indonesia, Ada yang Paling Mistis Lho
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 18 Juli 2023 18:44 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Malam satu Suro merupakan sebutan dari penanggalan jawa yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam tahun Hijriah yang merupakan awal dari tahun baru Hijriah.
Tahun ini, malam satu Suro jatuh pada hari Selasa, 18 Juli 2023 dan beberapa kelompok masyarakat memiliki tradisinya masing-masing dalam menyambut malam yang seringkali dianggap sakral ini.
Dalam budaya masyarakat Jawa, malam peringatan tahun baru ini dianggap sakral, bahkan mereka memiliki beberapa tradisi unik dan khas untuk memperingati setiap Malam satu Suro dan tak jarang berbau mistis.
Terkait erat dengan budaya Jawa, Malam Satu Suro biasanya merupakan ritual adat, arak-arakan kelompok masyarakat, atau karnaval.
Namun beberapa tradisi lainnya juga banyak dilakukan setiap tahunnya di malam satu Suro, berikut ini berbagai tradisi unik khas malam satu Suro yang masih bertahan hingga saat ini:
Berikut ini adalah beberapa tradisi pada malam satu suro dari berbagai daerah di Indonesia:
Baca Juga: Lagi, Selebgram Ajudan Pribadi Tersandung Kasus Penipuan Jetski hingga Kendaraan Mewah
1. Jamasan Pusaka atau Ngumbah Keris
Pada Malam Satu Suro, Keraton Yogyakarta juga melakukan tradisi rutin tahunan yang dikenal dengan Jamasan Pusaka atau Siraman Pusaka.
Dalam upacara ini, pusaka Keraton Yogyakarta yang meliputi senjata, kereta perang, perlengkapan berkuda, bendera, tumbuh-tumbuhan, gamelan, ijuk (aksara) dan lain-lain dibersihkan atau disemai.
Baca Juga: Bencana Bertubi Dirasakan Petani Tembakau Jember, Setelah Gagal Panen, Kini Gudang Ludes Terbakar
Hal yang ditekankan dalam penamaan benda-benda pusaka ini adalah berdasarkan peranannya dalam sejarah keraton (fungsi benda-benda tersebut pada masa lampau).
Jamasan-pusaka ini dilakukan dengan tujuan untuk menghormati dan menjaga semua warisan keraton.
Namun menurut website Kraton Jogja, ada dua aspek pelaksanaan Heritage Jamasan, yaitu teknis dan spiritual.
Baca Juga: Jaksa Tuntut Kiai Cabul di Jember 10 Tahun Penjara: Diyakini 2 Santri Jadi Korban Kekerasan Seksual
Secara teknis, tradisi ini dilakukan untuk merawat benda-benda yang bisa dikatakan warisan dari masa lampau, namun masyarakat Jawa menyambut sisi spiritual dengan datangnya Malam Satu Suro.
2. Kirab Kebo Bule
Kirab Kebo Bule merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Surakarta yang menurut tradisi Tahun Baru Islam, beberapa kebo bule atau kerbau putih akan diarak keliling kota.
Baca Juga: Punya Kendaraan Listrik, Ini Cara Merawat Baterai Agar Lebih Awet
Masyarakat Surakarta percaya bahwa kerbau ini merupakan keturunan Kebo Bule Kyai Slamet dan dianggap keramat.
3. Upacara Tabot
Kegiatan ini dirayakan oleh masyarakat Bengkulu untuk memperingati kepahlawanan dan wafatnya Husein bin Ali Abu Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga: Miris, Seorang Bacaleg di Lombok NTB Hamili Anak Kandung Sendiri! Berikut Deretan Faktanya
Upacara ini sendiri awalnya dipengaruhi oleh upacara Karbala Iran dimana Syekh Burhanuddin yang juga dikenal sebagai Imam Senggolo telah menyelenggarakan perayaan tahun baru Islam ini sejak tahun 1685.
Masyarakat Bengkulu percaya bahwa bencana dan kemalangan akan menimpa mereka jika tidak merayakan Tahun Baru Islam ini.
4. Ledug Suro
Baca Juga: Bedah Buku di Cirebon: Pemikiran Denny JA tentang Agama Mendorong Pencerahan
Ini adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Magetan, Jawa Timur dimana masyarakat melestarikan tradisi Ledug Suro dengan “Ngalub berkah Bolu Rahayu”.
Upacara diawali dengan karnaval Nayoko Projo dan Bolu Rahayu yang kemudian menjadi rebutan warga sekitar karena kue Tahu dipercayai bisa membawa keberuntungan dan berkah.
5. Nganggung
Baca Juga: Dewan Pers: Konten Podcast TEMPO tentang Erick Thohir Melanggar 3 Pasal Kode Etik Jurnalistik
Umat Islam di Bangka Belitung biasanya merayakan tradisi Nganggung, yang berarti makan bersama dalam bahasa setempat.
Warga disana akan mengadakan acara makan bersama seperti saat perayaan Idul Fitri dan Idul Adha dimana pertemuan tersebut berubah menjadi tradisi Tahun Baru Islam.
Warga dari seluruh Bangka akan berdatangan untuk bersilaturahmi dan berkunjung ke rumah warga, dan bagi tuan rumah, semakin banyak tamu yang datang, semakin banyak pula harta benda yang didapatnya.
Baca Juga: Dapat Teror Penyebaran Video Syur, Hasninda Ramadhani Lapor Polisi, Ini Modus Pelaku
Makanan yang disajikan saat merayakan tradisi ini mirip dengan makanan yang disajikan saat Idul Fitri untuk menjamu tamu yang datang.
6. Barikan
Barikan adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh warga Pati, Jawa Tengah yang pada dasarnya tradisi tersebut merupakan hajatan masyarakat.
Baca Juga: Mulai 17 Agustus, KAI Tambah Rute Lokal Banyuwangi Menuju Lumajang, Catat Jadwalnya
Rombongan masyarakat akan membawa makanan dari rumah kemudian mereka berdoa bersama dan makanan yang telah didoakan lalu dimakan bersama.
Masyarakat akan berbagi lauk pauk dengan yang lainnya dan merupakan suatu keharusan selama tradisi ini berlangsung.
7. Ngadulag
Baca Juga: Profil Lengkap RANS Nusantara FC, Klub Milik Raffi Ahmad di Kompetisi BRI Liga 1
Ngadulag merupakan sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh warga Sukabumi, Jawa Barat saat menyambut malam tahun baru Hijriah.
Tradisi tersebut dimeriahkan dengan lomba seni gendang yang diikuti sebagian besar warga.
Dalam lomba Ngadulag, tim minimal terdiri dari tiga orang pemain, pertama pemukul kendang, kemudian pemukul kohkol (terompet) dan pemukul aksesoris lainnya kemudian para kontestan berlomba untuk saling berkreasi.
Baca Juga: Hary Tanoesoedibjo Beri Pembekalan kepada Anak Muda Juru Kampanye Ganjar Pranowo
8. Suroan
Suroan merupakan tradisi warisan yang terus dipraktekkan masyarakat Jawa hingga saat ini dimana tradisi ini dilakukan pada setiap malam pertama suro atau tanggal Muharram pertama.
Tradisi malam satu Suroan berfokus pada kedamaian dan keamanan batin, oleh karena itu, pada malam pertama Suroan biasanya diadakan ritual pembacaan doa oleh seluruh umat yang merayakannya.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Film Barbie yang diperankan Margot Robbie dan Ryan Gosling: Bikin Gak Sabar Nonton
Pembacaan doa ini dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan berkah dan dipercaya dapat menangkal kemalangan yang akan datang.
9. Tapa Bisu
Tapa Bisu adalah tradisi tahunan berkeliling Keraton Yogyakarta tanpa berkata sepatah kata pun alias membisu.
Baca Juga: Ipsos Public Affairs: Erick Thohir Paling Tinggi Elektabilitasnya dan Paling Rendah Resistensinya
Tradisi Mubeng Beteng Tapa Bisu Lampah sendiri sudah dilakukan sejak zaman Sri Sultan Hamengkubuwono II untuk menyambut turunnya malam pertama suro.
Rangkaian ritual Topo Bisu diawali dengan lagu Macapat yang dinyanyikan oleh para abdi dalem Keraton Srimanganti Yogyakarta yang kemudian dilanjutkan doa dan harapan dalam kata-kata balada lagu Macapat yang dinyanyikan.
Meditasi hening atau tapa bisu dimulai dari tengah malam hingga dini hari dan dimulai saat lonceng Kyai Brajanala dibunyikan sebanyak 12 kali di ring Keben.
Baca Juga: Korban Tewas Akibat Ajaran Sesat di Kenya Capai 403 Orang, Motifnya Bikin Kaget
Setelah itu, para abdi dalem peserta tirakat mulai berjalan mengitari benteng Keraton Yogyakarta.
Rute Tapa Bisu dimulai dari Kelurahan Pancaniti, Jalan Rotowijayan, lalu Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Suryowijayan, melewati Pojok Beteng Kulon.
Kemudian dilanjutkan ke jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo dan berakhir di Yogyakarta, Alun-alun Utara.
Baca Juga: Profil Dalton Gomez, Suami Ariana Grande yang Dikabarkan Sudah Bercerai Akibat LDR
Dalam tradisi tapa bisu ini, peserta akan berjalan dalam diam tanpa berkata sepatah katapun dan menempuh jarak sekitar 4 km.
Rombongan mubeng beteng Tapa Bisu dipimpin para abdi dalem berpakaian Jawa tanpa keris dan sepatu, membawa bendera Indonesia dan bendera Keraton Yogyakarta.
Setiap panji merupakan simbol para abdi dalem serta lima penguasa daerah istimewa Provinsi Yogyakarta, antara lain Sleman, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul dan kota Yogyakarta.
Baca Juga: Ini Dia Daftar Top Skor Kompetisi BRI Liga 1 Setelah Pekan ke 3 Tuntas Digelar
Di barisan belakang para abdi dalem biasanya juga ada warga sekitar dan wisatawan yang langsung tertarik kemudian mengikuti tradisi tersebut.
Selama berjalan-jalan di sekitar benteng pada saat Tapa Bisu Lampah, peserta tirakat tidak diperbolehkan untuk berbicara, makan, minum atau merokok.
Situasi sakral dalam keheningan total selama perjalanan melambangkan evaluasi diri dan kepedulian terhadap semua tindakan yang dilakukan di tahun lalu.
Baca Juga: Pengusaha Arsjad Rasjid Siap Menjadi Tim Pemenangan Ganjar Pranowo
Tradisi ini juga dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan memohon keselamatan dan kemakmuran untuk menyambut tahun baru.
Itulah berbagai tradisi malam satu Suro yang biasa dilakukan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia ***