DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Pengakuan Mantan Teroris yang Bertobat: Paham Radikal Seperti Orang Jatuh Cinta, Kamu yang Paling Cantik

image
Pujianto (paling kanan) mantan teroris/ napiter saat memberikan penyuluhan pencegahan paham radikal dan moderasi beragama di Malang (Humas FKPT Jatim)

ORBITINDONESIA – Orang yang sudah terpapar paham radikal dan terjerumus dalam gerakan terorisme, memiliki beberapa ciri khusus. Hal itu disampaikan Pujianto, mantan teroris yang kini sudah bertobat. Moderasi Beragama bisa menjadi alternatif pencegahan.

"Ya, saya bertobat dan selalu mengingatkan agar masyarakat tidak terpapar seperti saya. Karena itu, perlu dikenal gejala dan tanda-tanda sikap dan sifat radikal itu," tutur mantan napiter itu saat memberikan penyuluhan pencegahan radikalisme di Malang, Jumat (02/12).

Baca Juga: Tilang Manual Dihapus, Ini Cara Cek Status Tilang Elektronik

Dalam forum yang digelar oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim itu, Pujianto mengungkapkan pengalamannya hingga sadar diri untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurutnya, tanda dan kecenderungan radikal, bisa digambarkan bagaimana seseorang menyatakan cintanya pada pasangannya.

"Kamu memang perempuan paling cantik di dunia. Tidak ada yang cantik selalu kamu. Yang lain, itu biasa saja. Ini awal muda bibit radikalisme. Padahal, kalau mau jujur, perempuan yang lain juga banyak yang lebih cantik. Ya, kan?," tutur Pujianto.

Baca Juga: Pinkan Mambo Nangis Sambil Minta Maaf ke Lesti Kejora, Ngaku Terlalu Semangat Cari Uang dan Bikin Sensasi

Terkait hal itu, Ketua FKPT Jatim, Hesti Amirwulan menyatakan, pencegahan berkembangnya paham radikal dan terorisme bisa dilakukan dengan pendekatan lembut atau soft aproach.

Yakni lewat strategi moderasi beragama, yakni proses menjaga keseimbangan yang paripurna, setiap warga masyarakat yang berbeda suku, etnis, budaya, agama dan pilihan politiknya.

Menurutnya, ada empat tanda sikap moderat dalam beragama. Di antarnaya, Cinta Tanah Air, punya toleransi tinggi, antikekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal.

Baca Juga: Mengenal Kue Lontar, Makanan Khas Papua asal Belanda, Berikut Cara Pembuatan (2)

Selain itu, diingatkan adanya kesadaran pengguna media sosial. Untuk menjaga keamanan akun, dengan membuat kata kunci yang sulit ditebak dan mengubahnya secara periodik.

Hindari hoaks, tak mudah percaya dengan berita yang diterima sebelum diklarifikasi dan menyebarkan hal positif. Artinya, hanya meneruskan berita yang bermuatan positif.

"Gunakan seperlunya media sosial. Gunakan media sosial untuk meningkatkan produktivitas diri dan jangan menjadi adiktif," tutur Hesti yang juga dosen di Universitas Surabaya (Ubaya) ini. (*)

Berita Terkait