Dikenal Licin Kasus Korupsi hingga Gaya Hidup Mewah, Inilah Profil Kadinkes Lampung Reihana Berhijab Nyentrik
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 18 April 2023 15:21 WIB
ORBITINDONESIA.COM- Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Lampung, Reihana, kini menjadi sorotan netizen karena ditemukan menggunakan barang mewah.
Gaya hidup mewah Reihana ini pun juga dipertanyakan dengan jabatan dirinya sebagai Kadinkes Lampung, hanya memiliki gaji pokok standar sekitar Rp 5 juta.
Sementara harga tas mewah yang dibawa
Reihana merek Hesmes Birkin senilai Rp 200 juta.
Dikutip Orbit Indonesia dari berbagai sumber, Reihana nyaris tersandung kasus korupsi, berikut profil ibu dengan hijab nyentrik ini.
Reihana memiliki nama lengkap Reihana Wijayanto. Ia lahir di Aceh, 25 Agustus tahun 1963.
Dalam catatan s3kesmas.fk.unand.ac.id, Reihana ternyata juga pernah menempuh pendidikan S3 di bidang kesehatan.
Reihana tercatat studi doktoralnya di Universitas Andalas (Unand) Fakultas Kedokteran di Kota Padang, Sumatra Barat.
Reihana dinyatakan lulus S3 pada 26 Februari 2016 dengan predikat sangat memuaskan, yakni Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96
Penelitian gelar doktornya yakni berjudul Model Simulator Risiko Bawah Garis Merah Pada Bawah Lima Tahun di Provinsi Lampung.
Reihana kini tinggal di sebuah Kota di Lampung yang bernama Teluk Betung.
Diketahui Reihana merupakan pejabat Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dengan jabatan Kepala Dinas.
Karirnya juga tampak terus melejit.
Reihana sudah menjadi Kepala Dinkes Lampung selama tiga gubernur.
Pertama Reihana tercatat sebagai Kadinkes sejak era Gubernur Sjachroedin ZP, M Ridho Ficardo hingga saat Gubernur Lampung dijabat oleh Arinal Djunaidi.
Bahkan bila ditotal Reihana sudah menjabat sebagai Kadis Kesehatan selama 14 tahun.
Nyaris Tersandung Kasus Korupsi
Dikutip Orbit Indonesia dari laman Antara,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Reihana pernah memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang.
Kasus korupsi itu berkaitan dengan pengadaan peralatan kesehatan puskesmas perawatan yang merugikan negara senilai Rp3,2 miliar.
Dalam keterangannya, Reihana di depan ketua majelis hakim Agam Syarief mengatakan, selaku kuasa pengguna anggara (KPA) dirinya tidak mengetahui masalah teknis karena hanya menerima laporan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
PPK tersebut adalah terdakwa Sudiono yang menyatakan bahwa seluruh kegiatan tersebut sudah sesuai tugas pokok dan fungsi proses lelang dan sudah dijalankan sesuai prosedur.
"Anggaran dalam pelaksanaan kegiatan tersebut berasal dari APBN. Dalam kegiatan tersebut, sebagai KPA ditunjuk oleh gubenur Lampung, lalu PPK ditunjuk oleh saya," kata dia.
Dia mengaku, mengetahui pekerjaan pengadaan peralatan kesehatan itu bermasalah, setelah ada pemeriksaan dari jaksa bahwa kegiatan tersebut tidak sesuai dengan prosedur.
Padahal katanya, pada setiap triwulan dirinya sebagai KPA diberi laporan oleh PPK, dan semua anggaran telah terserap semua.
"Dari semua kabupaten dan kota mengajukan program alkes melalui bidangnya. Saya hanya menerima laporan jika barang yang diterima panitia barang sudah sesuai prosedur, dan saya baru tahu ada kekurangan setelah ini menjadi masalah," katanya.
Saat menjawab pertanyaan majelis hakim, apakah ada pemberitahuan kepada masyarakat tentang pengadaan alkes itu, ia menegaskan sebelum kegiatan itu telah dilakukan sosialisasi terlebih dahulu.
Menurut dia, dalam proyek pengadaan peralatan kesehatan itu, dilakukan rapat perencanaan sehingga ditentukan pemenang lelang PT Haji Agung.
Ia menegaskan pemenang lelang sudah sesuai standar, dan untuk survei mengenai harga barang saksi selaku KPA tidak pernah memberikan petunjuk kepada PPK mengenai harga atau penyebutan tempat.
Sebanyak tiga orang telah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan peralatan kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung senilai Rp13,5 miliar ini.
Ketiga terdakwa tersebut adalah Sudiyono selaku PNS Dinas Kesehatan Lampung.
Alvi Hadi Sugondo selaku Direktur PT Karya Pratama, dan Buyung Abdul Aziz selaku marketing PT Karya Pratama, kesemuanya terancam hukuman 20 tahun penjara.***
Dapatkan informasi lainnya dari kami di Google News.