DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Tahukah Kamu, 4 Juni Jadi Peringatan Hari Anak Korban Perang Internasional, Begini Sejarahnya!

image
Hari Anak Korban Perang Internasional diperingati setiap tanggal 4 Juni.

ORBITINDONESIA.COM – Tahukah kamu bahwa tiap tanggal 4 Juni diperingati sebagai International Day of Innocent Children Victims of Aggression atau Hari Anak Korban Perang Internasional setiap tahunnya.

Peringatan Hari Anak Korban Perang Internasional ini pertama kali dicetuskan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1982.

Tercetusnya peringatan Hari Anak Korban Perang Internasional oleh PBB ini juga tak lepas dari sejarah kelam umat manusia.

Baca Juga: Ciamik! 5 Kuliner Khas Yogyakarta yang Wajib Kamu Coba, Dijamin Menggugah Selera

Tujuan hari peringatan 4 juni adalah mengingatkan masyarakat untuk mengetahui rasa sakit anak-anak dunia, yang menjadi korban kekerasan secara fisik, mental dan emosional.

Hari ini sekaligus PBB menegaskan sekaligus mengajak untuk melindungi anak-anak, mereka akan dipandu dengan Konvensi Hak-Hak Anak.

Hari Sejarah Anak adalah momen untuk merefleksikan pentingnya pendidikan, perlindungan, dan kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia.

Baca Juga: Mantan Wapres Jusuf Kalla Ikut Solatkan Jenazah Mochtar Pabottingi

Berikut adalah sejarah peringatan Hari Anak Korban Perang Internasional yang diperingati berulang setiap tanggal 4 juni.

Hari Anak Korban Perang dimulai oleh perjuangan anak-anak Palestina dan Lebanon sebagai korban Perang Lebanon 1982.

Resolusi yang melahirkan hari Hari Anak Korban Perang terus bertujuan untuk mengakhiri agresi dan melindungi hak-hak anak di semua zona konflik lainnya di dunia.

Baca Juga: Penyebab Jepang Dilanda Hujan Paling Parah Sepanjang Sejarah, Dua Juta Orang Disarankan Mengungsi

Menurut situs resmi PBB, pada 19 Agustus 1982, dalam sesi darurat tentang Palestina, Majelis Umum PBB.

“Terkejut dengan banyaknya anak-anak Palestina dan Lebanon yang tidak bersalah. Korban Agresi Israel," tulis PBB.

Kemudian menyusul Laporan Graça Machel tahun 1996, yang menarik perhatian global terhadap dampak buruk konflik bersenjata terhadap anak-anak.

Baca Juga: Asal Usul Perayaan Hari Raya Umat Budha, Tri Suci Waisak di Candi Borobudur Lengkap dengan Rangkaian Acaranya

Tak lama setelahnya, Majelis Umum PBB mengesahkan Resolusi 51/77 tentang hak-hak anak pada tahun 1997.

Ini merupakan langkah perkembangan penting dalam upaya untuk meningkatkan perlindungan anak dalam situasi konflik.

Hal ini menandai dimulainya konsensus baru di antara negara-negara anggota PBB terhadap kerentanan dan cedera anak-anak dalam situasi konflik.

Baca Juga: Kocak Aksi NCT Dojaejung Minta Diadopsi Kagum Lihat Rumah Mewah Raffi Ahmad, Nagita: Promise to Mama

Dan bahwa masyarakat internasional harus mencurahkan perhatian, tindakan, dan tindakan terkoordinasi khusus pada hal tersebut.

Resolusi 51/77 dibangun di atas upaya Majelis Umum PBB saat ini untuk melindungi hak-hak anak, termasuk melalui Konvensi Hak Anak dan Protokol Opsionalnya dan resolusi tahunannya tentang hak anak.

Dan itu menegaskan mandat Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Anak dan Konflik Bersenjata.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Membutuhkan Orientasi Arah Baru

Jumlah serangan terhadap anak-anak meningkat di banyak zona konflik dalam beberapa tahun terakhir.

Masih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi 250 juta anak yang tinggal di negara dan wilayah yang terkena dampak konflik.

Lebih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi anak-anak dari sasaran ekstremis kekerasan, untuk mempromosikan kemanusiaan internasional dan hak asasi manusia, dan untuk memastikan akuntabilitas atas pelanggaran hak-hak anak.

Baca Juga: Cocok Untuk Healing, Inilah 10 Pulau dan Pantai Rahasia Nusantara yang Belum Diketahui Publik

Sayangnya, tujuan tersebut belum sepenuhnya tercapai, karena masih banyak anak di banyak negara menjadi korban kekejaman penyerangan dan perang.

Mereka bahkan tidak bisa makan dengan baik, pergi ke sekolah dan bermain dengan tenang dan harus berjaga-jaga jika terjadi Kembali penyerangan.

Diharapkan hari peringatan ini dapat menumbuhkan dan mempererat solidaritas masyarakat dalam membela hak-hak anak korban perang.

Baca Juga: Piala Dunia U20: Kalahkan Kolombia, Italia Melaju ke Semifinal

Salah satu analisis psikologis dan sosiologis para korban perang menunjukkan betapa dahsyatnya perang mempengaruhi kehidupan orang-orang terjajah bahkan setelah perang berakhir.

Hal itu pun tergambar dalam cerpen Sarajevo’s Wombs and the Children of Torns karya Aiman Tashika yang ditulis oleh Heni.

Pasalnya, korban kekerasan perang sudah tentu akan mengalami trauma psikologis dan masalah sosial selama sisa hidup mereka.

Baca Juga: Taklukkan Man United di Final Piala FA, Man City Selangkah Lagi Menuju Treble Winner

Dan percayalah, menghadirkan konsekuensi perang, jika hanya dalam literatur semacam ini, masih sama menyakitkannya dengan asal-usulnya.

Setiap komunitas, masyarakat juga dapat saling berbagi informasi dan mendukung kampanye perdamaian untuk menciptakan dunia yang aman dan sejahtera.***

Kamu bisa mendapatkan beragam informasi dan artikel lainnya dari OrbitIndonesia.com di Google News.

Berita Terkait