Dr H Abustan: Sepekan Ramadan Berlalu
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 28 April 2023 20:42 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Sepekan sudah Ramadan telah kita lewati. Berbagai sarana - prasarana Ramadan yang kerap menemani selama sebulan penuh, seperti sarung shalat dan sajadah juga sudah bersih - bersih dan dirapikan kembali. Begitupun makanan khas lebaran (buras, gogos, ayam dll) juga sudah memasuki titik nol alias fase finishing.
Bersih - bersih, tentu saja termasuk jiwa dan raga yang telah mengalami "penggemblengan" atau isolasi diri selama bulan Ramadan kini kembali normal. Berbagai aktivitas dan/atau interaksi sosial pelan - pelan mulai berjalan.
Pertanyaan sesungguhnya, apa hakekat arti Ramadan buat kita, selain yang telah lazim kita dengar, yakni sebagai bulan "penghancur" dosa dengan segala keberkahannya. Termasuk pencapaian predikat taqwa itu sendiri.
Baca Juga: PROFIL LENGKAP AKBP Yudha Pranata, Kapolres Nagekeo yang Viral karena Tancapkan Pisau di Depan Warga
Namun, segala hal Ikhwal ibadah Ramadan yang sepekan sudah terlewati, tetap saja menyisakan perbincangan yang merupakan bagian dari Ramadan yang acapkali mencuat ke permukaan.
Katakanlah percakapan mengenai transformasi nilai dan spirit Ramadan dalam menghadapi/melakukan perubahan ke depan.
Setidaknya bangsa Indonesia harus merespon minimal 4 (empat) hal pokok yaitu: keluar dari jeratan hutang, keluar dari kungkungan kemiskinan, lepas dari pusaran korupsi, dan cengkeraman oligarki sehingga ada kesetaraan antara perodusen (pelaku usaha) dengan rakyat (konsumen).
Keempat hal tersebut, hemat saya merupakan point' penting bagi bangsa Indonesia yang nota bene sebagai penduduk terbesar ke 4 (empat) di dunia. Setelah RRC, Amerika, dan India.
Point' 1 dan 2 yang menjadi problem bangsa sekarang, juga dimuat dalam buku "Debt Crisis" Ray Delio, yang telah dimediakan secara massif oleh media sosial.
Sementara point' 3 - 4 adalah merupakan point' krusial yang merusak pondasi ekonomi bangsa, sehingga akibatnya menjauhkan rakyat Indonesia untuk hidup dalam kesejahteraan sosial.
Sebab, tatkala berbicara dampak atau segala tetek bengek akibatnya, maka rakyatlah yang sangat rentan menanggung resikonya atau yang secara tanggung renteng menerima akibatnya dari generasi ke generasi.
Padahal, pendiri bangsa (founding fathers ) telah menempatkan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Telah menjadi pegangan "kerangka acuan" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca Juga: 6 Tahun Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA
Pembukaan UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan diri sebagai konstitusi sosial. Dalam teks pembukaan kita akan menemukan kata - kata "memajukan kesejahteraan umum" dan "keadilan sosial".
Pasal - pasal yang ada dalam konstitusi merefleksikan perlindungan hak - hak konstitusional warga negara. Dalam hal ini seluruh rakyat Indonesia.
Walhasil, realisasi nilai - nilai ramadhan memang sangat diharapkan dapat diimplementasikan melalui kehidupan sehari - hari.
Dan, akselerasi anak bangsa senantiasa berpikir pada problem pokok bangsa ini, sehingga ke depan nasib bangsa Indonesia bisa lebih baik dan bermartabat .
Jakarta, 28 April 2023
Oleh: Dr H. Abustan ***