Polemik Perpol 10/2025: Antara Reformasi dan Implementasi

ORBITINDONESIA.COM – Polemik terkait terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memicu perdebatan terkait penugasan polisi di jabatan sipil. Komisi Reformasi Polri menegaskan bahwa aturan tersebut bukanlah bentuk pembangkangan terhadap keputusan MK.

Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan yang melarang anggota Polri menduduki jabatan sipil kecuali mereka telah pensiun atau mengundurkan diri. Munculnya Perpol Nomor 10 Tahun 2025 setelah putusan ini menimbulkan kesan bahwa Polri tidak mematuhi keputusan tersebut. Komisi Reformasi Polri, melalui Ketua Jimly Asshiddiqie, berusaha menjelaskan bahwa Perpol ini dimaksudkan untuk mengatur transisi dan bukan untuk menentang putusan MK.

Peraturan ini menimbulkan perdebatan karena tidak secara eksplisit menyebutkan putusan MK dalam bagian pertimbangan. Ini menyebabkan anggapan bahwa peraturan tersebut mengabaikan keputusan MK. Jimly Asshiddiqie menganggap hal ini sebagai kekeliruan administratif yang umum terjadi, dan menekankan perlunya pendekatan omnibus law untuk menyelaraskan undang-undang terkait dengan putusan MK tersebut.

Pandangan bahwa Polri membangkang terhadap MK mungkin terlalu dini. Jimly mengungkapkan bahwa anggota Polri dibutuhkan dalam jabatan sipil, dan peraturan ini adalah upaya untuk menyesuaikan dengan putusan sambil mencari solusi yang lebih komprehensif. Penggunaan metode omnibus law diusulkan untuk merancang aturan yang lebih terpadu dan menghindari tumpang tindih regulasi.

Perdebatan seputar Perpol 10/2025 menggarisbawahi tantangan dalam menjalankan reformasi birokrasi yang efektif. Pertanyaan reflektif muncul: bagaimana pemerintah dapat memastikan bahwa setiap peraturan selaras dengan keputusan hukum tertinggi dan memenuhi kebutuhan masyarakat? Imbauan untuk kebijakan yang lebih transparan dan inklusif menjadi penting dalam konteks ini.