Sisa Uang Pulsa Pergi ke Mana?
ORBITINDONESIA.COM - Di era kemajuan teknologi komunikasi saat ini, “pulsa” sudah menjadi satu kebutuhan yang mendasar. Dari pemulung, pengemudi Gojek, Grab, taxi online, warung tegal, tukang, pegawai negeri, pejabat, bahkan sampai menteri atau presiden tak terkecuali semuanya menggunakan pulsa untuk ponsel.
Komunikasi adalah kebutuhan dasar rakyat, kebutuhan bagi 200 juta lebih rakyat Indonesia. Tanpa komunikasi dunia seakan sudah hilang, orang kebingungan setengah mati kalau pulsanya habis atau HP ketinggalan di rumah.
Sebelumnya tak pernah terbayang bahwa kita sampai pada satu tahapan kemajuan teknologi yang mengarah kepada “digital society”. Orang tidak makan sehari masih bisa tenang dan bertahan, tetapi berpisah dengan gawai setengah jam saja sudah bingung dan merasa kehilangan sesuatu. Seakan hidup ini ada yang kurang.
Tulisan ini tidak akan mengulas kompleksitas kemajuan digital technology, tetapi hanya mempertanyakan mekanisme transaksi pulsa yang sudah sangat meluas dalam masyarakat.
Seperti kita ketahui sistem penggunaan pulsa ada dua kategori: pasca bayar dan dengan voucher isi ulang. Untuk yang pasca bayar pelanggan telepon genggam ditagih setiap bulan sesuai periode tanggal penagihan.
Banyak variasi paket yang ditawarkan kepada pelanggan dengan berbagai variasi harga langganan. Begitu pula untuk voucher isi ulang ada masa berlaku voucher tersebut selama satu bulan dan pada waktunya harus diisi lagi pulsanya sesuai paket yang dipilih.
Yang menjadi pertanyaan adalah apabila pulsa belum habis namun sudah kedaluwarsa (expired) maka sisa pulsa (uang) yang ada akan hangus, lalu sisa uang tersebut dikemanakan? Apakah menjadi “keuntungan” penyedia jasa komunikasi?
Bisa dibayangkan seandainya ada 100 juta pelanggan yang nilai pulsanya tinggal Rp10.000 dan sudah kadaluwarsa, maka akan terkumpul 100.000.000.000 rupiah atau 100 miliar per bulan. Nah ini uang yang sangat besar.
Kalkulasi ini hanya berdasar asumsi saja bahwa ada 100juta pelanggan yang pulsanya kadaluwarsa dan jumlahnya 10 ribu rupiah per pelanggan. Point yang perlu dicermati adalah menyangkut transparansi dalam transaksi pulsa tersebut.
Kalau bahan makanan kadaluwarsa kita bisa cek di kemasannya, dan barangnyapun secara fisik kita lihat dan rasakan langsung. Namun, untuk pulsa bagaimana konsumen akan tahu berapa sebenarnya sisa pulsa yang dia miliki?
Berapa setiap bulan pelanggan menderita “waste” dalam bentuk sisa pulsa? Sampai saat ini hanya pengelola pulsa yang tahu. Model bisnis seperti ini sangat merugikan pelanggan.
Hal yang sama juga terjadi ketika kartu e-toll rusak atau hilang dan masih tersisa saldo tertentu. Kemana larinya uang e-toll tersebut? Saya kira berbagai transaksi digital seperti pulsa, e-toll, dsb perlu dijaga transparansinya agar tidak merugikan rakyat. Wassalam.
(Oleh Prasetijono Widjojo MJ, 11 Desember 2025)