Konflik Sudan Meningkat, Memaksa Pengungsian Massal di Kordofan
ORBITINDONESIA.COM - Badan migrasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengonfirmasi pada hari Senin, 24 November 2025 bahwa meningkatnya kekerasan di negara bagian Kordofan Selatan, Sudan, memaksa lebih dari 600 penduduk meninggalkan rumah mereka di desa Tebsa dan Afnori.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan bahwa tim lapangannya memperkirakan pengungsian 645 orang pada 22 November akibat gangguan keamanan yang cepat, dengan keluarga-keluarga kini tersebar di seluruh wilayah Abbasiya Tagali di tengah situasi yang "sangat tegang dan bergejolak".
Tuduhan Kekejaman
Kelompok masyarakat sipil setempat, termasuk Nuba Mountains Platform dan Tebsa Youth Gathering, telah melontarkan tuduhan serius terhadap Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter dan sekutunya.
Kelompok-kelompok tersebut mengklaim bahwa para pejuang RSF mengepung Tebsa selama berjam-jam, menyerbu pasar lokal, menjarah properti, dan menewaskan seorang warga serta melukai seorang lainnya.
Mereka juga menuduh bahwa sekitar 700 pemuda ditahan dan diangkut ke sebuah kamp untuk wajib militer paksa. Baik RSF maupun faksi SPLM-N yang bersekutu tidak menanggapi klaim ini.
Krisis Regional yang Lebih Luas
Insiden ini merupakan bagian dari gelombang kekerasan yang lebih luas yang melanda wilayah Kordofan, di mana bentrokan hebat di Kordofan Utara, Barat, dan Selatan telah menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi dalam beberapa hari terakhir.
Dalam perkembangan terpisah, IOM mengungkapkan bahwa pengungsian dari ibu kota Darfur Utara, El-Fasher, telah mencapai titik kritis. Sejak RSF merebut kota tersebut pada 26 Oktober, lebih dari 106.000 orang telah mengungsi ke 37 lokasi berbeda di 11 negara bagian, dengan ketidakamanan yang parah di sepanjang rute yang terus menghambat pergerakan aman warga sipil.
Konflik antara tentara Sudan dan RSF, yang meletus pada April 2023, telah menjerumuskan negara tersebut ke dalam bencana kemanusiaan yang mendalam. RSF kini menguasai kelima negara bagian di wilayah Darfur, sementara tentara menguasai sebagian besar wilayah yang tersisa, termasuk ibu kota, Khartoum.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, perang tersebut telah mengakibatkan setidaknya 40.000 kematian dan menyebabkan 12 juta orang mengungsi, menciptakan salah satu krisis pengungsian terparah di dunia.***