Eti Fatimah: Jangan Lupakan Guru

Oleh Eti Fatimah, S.Pd., Guru SMP Negeri 1 Tukak Sadai

ORBITINDONESIA.COM - Guru adalah sosok mulia yang kita kenal—amanah, bijaksana, penuh tanggung jawab, dan tak pernah lelah memberi kasih sayang. Dalam kehidupan sekolah, guru seharusnya menjadi figur yang tak terlupakan bagi murid-muridnya. Di balik dinding kelas, guru adalah orang tua kedua. Ikatan emosional antara guru dan siswa seringkali menyerupai kedekatan anak dengan ayah dan ibu di rumah: erat, tulus, meski tanpa hubungan darah.

Peran guru, menurut Ki Hajar Dewantara, terangkum dalam konsep Guru Among: Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Konsep ini menegaskan bahwa guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga pengasuh, pembina, dan penuntun yang mendampingi peserta didik dengan hati yang penuh kasih.

Tiga peran itu menjelaskan bahwa guru harus menjadi teladan, panutan moral yang digugu dan ditiru. Perilaku guru, baik di dalam maupun di luar kelas, akan menjadi contoh yang melekat pada diri peserta didik. Karena itu, kata-kata yang keluar dari lisan guru harus dijaga, menjadi inspirasi dan motivasi bagi anak-anak. Guru adalah motivator yang menyalakan semangat belajar; guru juga fasilitator yang memberi ruang bagi siswa untuk berkembang, berpartisipasi aktif, dan mengasah keterampilan mereka.

Dalam pendekatan Deep Learning, ada tiga prinsip utama: mindful, meaningful, dan joyful. Ketiganya sejajar dengan peran guru menurut Ki Hajar Dewantara. Guru diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran belajar, menjelaskan tujuan pembelajaran dengan jelas, dan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari agar pembelajaran menjadi bermakna.

Saat siswa paham pentingnya sebuah materi, tumbuhlah kesadaran belajar yang pada akhirnya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Guru dalam kelas ibarat kapten kapal yang mengarahkan peserta didik menuju jembatan keselamatan—kesuksesan.

Namun, menjadi guru bukan hal yang mudah. Tanggung jawabnya besar. Guru menghadapi beragam karakter dan latar belakang siswa. Motivasi yang menurun, perilaku siswa yang mengganggu kelas, atau suasana belajar yang berubah drastis adalah tantangan yang nyaris terjadi setiap hari.

Meski begitu, guru selalu mencoba menata kembali emosi, memulihkan suasana kelas, dan mengubah “marah” menjadi teguran penuh cinta. Marah seorang guru bukanlah karena benci, tetapi karena ingin melihat perubahan dan kebaikan. Hati guru selalu memiliki ruang untuk memaafkan dan terus mendoakan kebaikan bagi murid-muridnya.

Tugas guru tidak hanya mengajar. Mereka menyambut siswa di pagi hari, memantau kebersihan sekolah, mendampingi kegiatan siswa, menangani berbagai permasalahan, menyelesaikan tugas administratif, hingga menjalankan amanah tambahan. Belum lagi tugas rumah: mengurus keluarga dan menyelesaikan urusan pribadi. Meski begitu, guru dituntut tetap hadir dengan semangat membara untuk mendidik generasi bangsa.

Di era digital, guru harus melek teknologi. Siswa tumbuh dalam lingkungan yang serba digital, sehingga guru harus mampu menyesuaikan diri agar tetap relevan. Teknologi memang memberi banyak manfaat, tetapi sekaligus menghadirkan tantangan. Misalnya, siswa yang belum mampu mengatur waktu penggunaan gawai, atau konflik sosial yang muncul gara-gara unggahan di media sosial.

Di sinilah peran guru sangat penting untuk mengarahkan, mengingatkan, dan mendidik agar siswa bijak menggunakan teknologi. Teknologi dapat membantu belajar, tetapi tidak bisa menggantikan sentuhan manusiawi guru—sentuhan kata dan sikap yang mampu mengetuk hati.

Guru bukan manusia sempurna. Mereka juga bisa salah, bisa datang ke sekolah dengan segudang masalah. Namun guru tetap harus hadir dengan energi positif dan kebahagiaan, karena suasana hati guru sangat menentukan semangat belajar siswa. Guru adalah sumber energi bagi peserta didik, sehingga ia perlu menyingkirkan sejenak beban di rumah untuk bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapi anak-anaknya di sekolah.

Cinta dan kasih sayang guru begitu tulus, layaknya kasih orang tua kepada anak. Karena itu, sebagai seseorang yang pernah dididik oleh guru, kita tidak boleh melupakan jasa mereka. Guru telah membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik, memberi ilmu, bimbingan, motivasi, dan pengorbanan yang tak terhitung. Mereka telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu kita tumbuh dan menemukan arah hidup.

Maka, hormatilah guru. Mereka adalah panutan dan inspirasi yang mengiringi perjalanan kita, bahkan jauh setelah kita meninggalkan bangku sekolah. ***