Kepercayaan, Inovasi, dan Pemberdayaan: Cara Lazada dan LazMall Membangun Ekosistem Ekonomi Digital Indonesia

ORBITINDONESIA.COM — Amanda menggeser layar ponselnya pelan-pelan, matanya berbinar melihat tampilan wajahnya di layar. Ia sedang mencoba lipstik secara virtual lewat fitur Virtual Try-On di kanal LazBeauty. “Yang ini pas banget di kulitku,” katanya, tersenyum puas.

Tak perlu datang ke toko, tak perlu repot menebak warna. Hanya dengan kamera ponsel dan bantuan AI Lazzie, asisten belanja personal di Lazada, Amanda bisa menemukan produk yang cocok, lengkap dengan rekomendasi promo dan voucher tersembunyi.

Amanda, 24 tahun, mahasiswi ekonomi di sebuah universitas negeri di Depok, adalah potret konsumen digital baru Indonesia—cerdas, selektif, dan sangat akrab dengan teknologi. Ia tahu mana produk asli, mana yang patut dicurigai. Dan bagi Amanda, LazMall menjadi tempat paling aman untuk berbelanja. “Aku tahu barang di LazMall pasti ori. Kalau ada yang salah, pengembaliannya gampang banget,” ujarnya.

Di balik pengalaman belanja yang terasa ringan itu, ada kerja ekosistem yang rumit, luas, dan terus berkembang. Lazada, pionir e-commerce Asia Tenggara, telah lebih dari satu dekade berperan bukan hanya sebagai platform belanja, tetapi sebagai penggerak ekonomi digital yang menyinergikan kepercayaan, inovasi, dan pemberdayaan.

Kepercayaan yang Dibangun, Bukan Dijanjikan

Bagi Lazada, kepercayaan bukan sekadar slogan. Melalui kanal LazMall, perusahaan menghadirkan pengalaman belanja yang dikurasi secara ketat. Semua produk yang dijual di LazMall 100 persen orisinal, dijamin uang kembali bila terbukti palsu. Sistem ini menghubungkan pembeli langsung dengan brand flagship store, distributor resmi, hingga penjual terpercaya yang lolos verifikasi.

Untuk menjaga integritas platform, Lazada juga memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang secara proaktif memindai jutaan daftar produk setiap hari—menghapus yang berpotensi melanggar hak kekayaan intelektual (HKI) atau kebijakan penjualan.

Kolaborasi dengan lembaga seperti BPOM dan DJKI memperkuat sistem perlindungan itu lewat portal Intellectual Property Protection (IPP), yang memungkinkan pemilik merek melaporkan pelanggaran secara cepat.

Kepercayaan inilah yang membuat konsumen seperti Amanda berani bertransaksi tanpa ragu. Di dunia digital yang rawan manipulasi, LazMall berdiri sebagai ruang belanja yang bisa diandalkan—di mana reputasi merek dan kepuasan pelanggan menjadi mata uang yang sesungguhnya.

Inovasi yang Membentuk Pengalaman Baru

Di tengah persaingan e-commerce yang ketat, Lazada tahu satu hal: inovasi bukan pilihan, melainkan kebutuhan. Teknologi AI kini menjadi denyut nadi perusahaan.

AI Lazzie, misalnya, adalah asisten belanja personal berbasis generative AI yang aktif 24 jam. Ia bisa memberikan rekomendasi produk, mengingatkan promo yang relevan, bahkan menyesuaikan saran berdasarkan gaya hidup pengguna. “Lazzie tahu aku suka produk skincare Korea dan selalu kasih tahu kalau ada diskon baru,” kata Amanda sambil tertawa.

Selain itu, fitur seperti Virtual Try-On dan Skin Test di kanal LazBeauty menghadirkan pengalaman belanja imersif. Teknologi AR (Augmented Reality) memungkinkan pengguna mencoba riasan atau menguji kondisi kulit secara real-time, sedangkan AI Smart Reviews merangkum ribuan ulasan menjadi satu panduan singkat yang membantu pengguna mengambil keputusan.

Tak hanya bagi konsumen, AI juga menjadi sekutu bagi jutaan penjual di platform ini. Melalui Lazada Seller Center, penjual bisa mengoptimalkan strategi bisnisnya dengan Lazada Business Advisor, sistem analitik yang menampilkan tren pasar dan performa toko. Fitur AI Smart Listing membantu mereka membuat deskripsi produk menarik dalam hitungan detik, sementara chatbot LISA (Lazada IM Shop Assistant) menangani pertanyaan pelanggan secara otomatis.

Hasilnya, efisiensi meningkat, waktu terpangkas, dan skala bisnis meluas—semua dalam satu ekosistem digital yang saling menopang.

Pemberdayaan sebagai Fondasi

Namun Lazada tak berhenti di sana. Kesadaran bahwa adopsi AI masih timpang di kalangan penjual kecil membuat perusahaan meluncurkan Online Sellers Artificial Intelligence Readiness Playbook, hasil kolaborasi dengan lembaga riset Kantar. Panduan ini membantu para penjual dari berbagai tingkat—dari yang baru mengenal AI hingga yang sudah mahir—agar mampu mengintegrasikan teknologi ke dalam bisnis mereka.

Data Lazada-Kantar (2025) menunjukkan, 91 persen penjual online di Indonesia siap mengadopsi AI, tetapi sebagian besar masih ragu soal manfaat dan biaya. Dengan panduan ini, Lazada ingin memastikan tidak ada yang tertinggal dalam revolusi digital.

Inilah bentuk nyata pemberdayaan digital yang tak sekadar slogan. Lazada membuka akses, menyiapkan sarana, dan menumbuhkan literasi digital agar pelaku usaha lokal mampu berdiri sejajar dengan merek besar.

Menyatukan Ekosistem Digital

Kini, Lazada menghubungkan lebih dari 160 juta pengguna aktif dan satu juta penjual di enam negara Asia Tenggara—dari Indonesia hingga Vietnam. Dengan jaringan logistik terbesar di kawasan dan sistem pembayaran yang aman melalui Lazada Wallet, ekosistem ini tumbuh menjadi tulang punggung ekonomi digital regional.

Amanda, dengan semua kemudahannya, mungkin tak pernah memikirkan kompleksitas di balik setiap klik yang ia lakukan. Tapi dari sudut pandang yang lebih luas, setiap transaksi kecil di LazMall bukan sekadar jual beli—ia adalah bagian dari gerak ekonomi digital Indonesia yang lebih besar.

Di ruang kamarnya sore itu, Amanda menatap wajahnya di layar ponsel sekali lagi. Lipstik virtual yang ia coba tampak pas, seperti buatan khusus untuknya. Ia tersenyum, menekan tombol “Beli Sekarang.”

Di balik senyum itu, ada cerita tentang bagaimana teknologi, kepercayaan, dan pemberdayaan bersatu—tentang bagaimana Lazada dan LazMall sedang menulis bab baru dalam kisah ekonomi digital Indonesia. ***