Catatan Denny JA: Mengapa Sindhunata Memenangkan Dermakata Award 2025, untuk Non-Fiksi
Oleh Denny JA
(Pendiri Lembaga Kreator Era AI)
ORBITINDONESIA.COM - Di tangan Romo Sindhunata, tawa menjadi ilmu. Bukan tawa yang remeh atau sekadar hiburan, melainkan tawa yang mengandung kesadaran, perlawanan, dan kasih.
Dalam Ilmu Ngglethek: Jula-Juli Kartolo/Prabu Minohek, ia mengurai filosofi sederhana rakyat Jawa Timur. Ini tawa yang muncul ketika penderitaan sudah tak lagi dapat ditangisi.
Di sana, ludruk bukan hanya pentas, tapi cermin jiwa rakyat: sebuah “teater kehidupan” yang menampung getir dan gembira dalam satu tarikan napas.
Sindhunata menulis ludruk dengan keberanian seorang teolog dan kelembutan seorang anak bangsa yang pulang ke akar budayanya.
Ia tidak memandang ludruk dari jauh seperti seorang peneliti akademik, tetapi mendekatinya dengan empati seorang imam yang mendengarkan pengakuan umatnya.
Jula-juli Kartolo baginya bukan sekadar seni tutur, melainkan filsafat hidup wong cilik—cara rakyat bertahan di tengah derita tanpa kehilangan tawa.
Dari tangan Sindhunata, kesenian rakyat yang sering dianggap pinggiran itu naik derajat menjadi teks moral dan estetika kemanusiaan.
Karena itu, ketika Dermakata Award 2025 mencari penulis non-fiksi yang bukan hanya mencatat fakta, tetapi menghidupkan jiwa, nama Sindhunata muncul seperti doa yang sudah lama disiapkan sejarah.
-000-
Dermakata Award adalah penghargaan yang diberikan oleh Lembaga Kreator Era AI kepada penulis yang masih aktif menulis dan menerbitkan buku dalam tiga hingga lima tahun terakhir.
Penghargaan ini lahir dari keyakinan bahwa di tengah gempuran teknologi dan kecerdasan buatan, manusialah yang tetap menjadi sumber makna.
Ia menegaskan bahwa kreativitas, empati, dan kesadaran kemanusiaan tidak bisa digantikan oleh algoritma.
Dipimpin oleh sastrawan Okky Madasari sebagai ketua dewan juri, dengan anggota Anwar Putra Bayu, Dhenok Kristiadi, Hamri Manoppo, Muhammad Thobroni, Wayan Suyadnya, dan Victor Manengkey, Dermakata Award menjadi ruang apresiasi bagi mereka yang menulis bukan hanya untuk dikenal, tetapi untuk menerangi pikiran dan menjaga nurani publik.
Menghargai penulis berarti menghargai keberanian untuk berpikir dan mencipta. Di tangan para penulis, bahasa menjadi jembatan antara zaman yang berubah dan nilai-nilai yang abadi.
Dermakata Award bukan sekadar hadiah sastra, melainkan pernyataan bahwa kata-kata masih berkuasa—bahwa di era AI, manusialah yang tetap menulis sejarahnya sendiri.
-000-
Dua buku Sindhunata —Ilmu Ngglethek dan Opo Jare Tekek: Sastra Jula-Juli—menjadi bukti bahwa kerja non-fiksi tidak selalu dingin dan akademis.
Ia menulis dengan riset, tetapi juga dengan cinta; dengan data, tetapi juga dengan doa. Kedua buku itu menyatukan jurnalisme, teologi, dan humanisme dalam satu tubuh penulisan yang hidup.
Dalam Opo Jare Tekek, Sindhunata memperlihatkan kemampuan dokumentatif yang luar biasa. Ia menelusuri sejarah ludruk dari panggung-panggung kecil hingga perannya di tengah modernitas.
Ia menunjukkan bagaimana kidungan jula-juli dapat menembus batas waktu, dari ruang desa sampai pentas global, dari lidah rakyat sampai ke karya akademik.
Namun yang membuatnya istimewa bukan sekadar kelengkapan datanya, melainkan cara ia menulis dengan hati yang masih mampu bergetar oleh kearifan orang kecil.
Ia menulis bukan untuk mengajari, tetapi untuk menemani.
-000-
Sepanjang hidupnya, Sindhunata telah menempuh jalan panjang sebagai penulis non-fiksi. Ia lahir di Batu, Jawa Timur, pada 12 Mei 1952 dengan nama Liem Tiong Sien, dan ditahbiskan menjadi imam Yesuit pada 23 Januari 1984.
Ia menempuh pendidikan filsafat hingga meraih gelar doktor di Hochschule für Philosophie München pada 1992. Ia kemudian kembali ke Yogyakarta, memimpin majalah kebudayaan BASIS dan menulis di Kompas sejak 1977.
Dari ruang redaksi hingga altar misa, dari kelas filsafat hingga ladang rakyat, ia terus menulis tentang yang terlupakan: manusia biasa dengan pergulatannya yang luar biasa.
Karya-karyanya di luar ludruk pun menunjukkan napas yang sama. Dalam Kambing Hitam: Teori René Girard, ia menafsir ulang teori pengorbanan dalam konteks sosial Indonesia, menjembatani filsafat modern dengan realitas kemanusiaan.
Melalui kolom sepak bola dan esai sosialnya, ia mengubah pertandingan menjadi alegori eksistensi manusia. Non-fiksi baginya bukan laporan kering, melainkan cara untuk memahami hidup.
Ia menulis seperti seorang imam yang memegang pena sebagai salib, dan setiap paragrafnya menjadi doa untuk bangsa yang terus belajar menertawakan dirinya sendiri.
-000-
Dermakata Award mengakui penulis yang tidak hanya menghasilkan teks, tetapi juga menciptakan ruang kesadaran baru di masyarakat.
Dalam diri Sindhunata, penghargaan ini menemukan sosok yang mampu menjembatani antara akal dan rasa, antara dunia buku dan dunia rakyat.
Ia menjadikan penulisan non-fiksi sebagai ziarah—ziarah menuju kemanusiaan yang ramah, inklusif, dan penuh kasih.
Ada penulis yang menghitung data, dan ada penulis yang menghitung denyut. Sindhunata adalah keduanya. Ia mengolah fakta dengan presisi akademik, namun menghidupkannya dengan napas spiritual.
Ia berjalan dari sawah Merapi ke gang kecil Yogyakarta, dari panggung ludruk ke ruang doa, dari obrolan rakyat ke riset filsafat. Dalam setiap langkahnya, ia menyalakan lentera kecil bagi bangsa yang mudah lupa pada akar dan jiwanya sendiri.
-000-
Kalau kelak generasi mendatang mencari di mana tawa wong cilik disimpan dengan hormat, mereka akan menemukan buku-buku Romo Sindhunata berdiri di rak depan.
Di sana tersimpan bukan sekadar catatan budaya, tapi sejenis kasih yang menular—kasih yang percaya bahwa bahkan tawa bisa menjadi cara manusia menebus luka.
Itulah sebabnya Sindhunata tidak hanya layak memenangkan Dermakata Award untuk Non-Fiksi. Tetapi ia juga pantas disebut sebagai penulis yang mengubah pengetahuan menjadi pengabdian, dan pengabdian menjadi cahaya.*
Jakarta, 11 November 2025
Referensi:
1. Sindhunata, Ilmu Ngglethek: Jula-Juli Kartolo/Prabu Minohek, Boekoe Tjap Petroek, 2004.
2. Sindhunata, Opo Jare Tekek: Sastra Jula-Juli, Gramedia Pustaka Utama, 2025.
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/p/17aMPMdQmR/?mibextid=wwXIfr