Resensi Buku Formations of the Secular: Christianity, Islam, Modernity Karya Talal Asad: Membongkar Mitologi Sekularisme

ORBITINDONESIA.COM- Formations of the Secular: Christianity, Islam, Modernity (2003) adalah karya monumental antropolog asal Arab-Britania, Talal Asad, yang mengguncang pemahaman klasik tentang sekularisme, modernitas, dan agama.

Buku ini tidak sekadar mempertanyakan hubungan antara agama dan negara, tetapi menggali akar historis dan epistemologis dari konsep “sekular” itu sendiri — bagaimana ia terbentuk, diinstitusikan, dan digunakan sebagai instrumen kekuasaan.

Talal Asad, yang sebelumnya dikenal lewat karyanya Genealogies of Religion (1993), melanjutkan proyek intelektual besar Michel Foucault: menelusuri bagaimana kategori-kategori modern (seperti “sekular”, “rasional”, dan “universal”) lahir bukan dari kemurnian intelektual, melainkan dari sejarah kekuasaan.

Dengan pendekatan genealogis, ia menunjukkan bahwa sekularisme bukanlah kondisi netral, melainkan rezim pengetahuan dan kekuasaan yang mengatur bagaimana agama boleh hadir atau dikeluarkan dari ruang publik.

Isi dan Struktur Buku: Menelusuri Jejak Sekularitas

Buku ini terbagi dalam beberapa bab yang saling berkaitan secara tematik, bukan kronologis. Asad tidak menulis narasi linear, melainkan serangkaian esai yang saling berinteraksi — membentuk mosaik intelektual yang menantang pembaca untuk berpikir ulang tentang sekularisme.

Beberapa tema utama yang dibahas adalah:

Pertama, Definisi Sekular sebagai Produk Historis.
Asad menolak pandangan sekularisme sebagai “kemajuan alamiah” dari masyarakat religius menuju masyarakat rasional. Ia menegaskan bahwa sekularisme adalah formasi diskursif yang lahir dari tradisi Kristen Barat — terutama dari transformasi doktrin dan institusi Gereja selama Abad Pencerahan dan kolonialisme.

Kedua, Kristen dan Sekularisme: Hubungan Ibu dan Anak.
Dalam bab awal, Asad menunjukkan bahwa banyak nilai yang dianggap “sekular” — seperti konsep hati nurani, moralitas otonom, dan ruang privat — justru berakar dari teologi Kristen. Sekularisme bukan penghapusan agama, tetapi reformulasi agama dalam bentuk yang bisa diterima modernitas. Dengan kata lain, sekularisme adalah “agama yang disekularisasi”.

Ketiga, Islam dan Politik Modern.
Salah satu bagian paling kuat dalam buku ini adalah analisisnya tentang bagaimana Islam diposisikan dalam diskursus sekular Barat. Asad menunjukkan bahwa Islam sering dilihat bukan sebagai sistem rasional atau politik, tetapi sebagai “masalah” yang harus disesuaikan dengan model sekular Eropa. Pandangan ini, menurutnya, merupakan warisan kolonial yang masih hidup dalam wacana global saat ini.

Keempat, Rasionalitas, Kekerasan, dan Negara Sekular.
Asad membongkar paradoks besar sekularisme: meskipun mengklaim diri sebagai tatanan rasional dan damai, negara-negara sekular modern justru menginstitusikan kekerasan secara sistemik — lewat perang, kolonialisme, dan hukum. Ia menulis:

“Kekerasan yang dilakukan atas nama Tuhan dianggap barbar,
sementara kekerasan atas nama bangsa atau kemanusiaan dianggap sah.”
Dengan demikian, sekularisme bukan menghapus kekerasan religius, tetapi menggantinya dengan kekerasan yang dilegitimasi secara rasional.

Talal Asad dan Genealogi Sekularitas: Dari Foucault ke Dunia Islam

Asad menggabungkan antropologi, sejarah, dan teori wacana dalam kerangka genealogi Foucauldian, tetapi dengan penekanan khas pada pengalaman kolonial dunia Islam.

Ia menelusuri bagaimana kolonialisme Eropa memaksakan model sekular—yakni pemisahan agama dan politik—ke dalam masyarakat Islam, yang sebenarnya memiliki struktur epistemologis berbeda.

Asad menolak klaim universalitas sekularisme. Ia menegaskan bahwa konsep “ruang privat” (tempat agama dikurung) dan “ruang publik” (tempat rasionalitas beroperasi) adalah konstruksi khas Eropa yang tidak bisa diterapkan begitu saja pada konteks lain.

Dalam masyarakat Islam klasik, misalnya, agama tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga etika sosial, ekonomi, dan politik — tanpa dikotomi biner antara sakral dan profan.

Makna Filsafat dan Politik Sekularisme: Antara Netralitas dan Dominasi

Melalui analisis yang tajam, Asad memperlihatkan bahwa sekularisme adalah politik representasi — sebuah mekanisme yang menentukan apa yang dianggap “rasional”, “modern”, dan “manusiawi”.

Negara sekular modern, katanya, tidak netral terhadap agama; ia justru mengatur agama, menentukan kapan agama boleh bicara, dan dalam bentuk apa.

Dalam konteks ini, Asad menyinggung bahwa sekularisme bukan sekadar teori politik, tetapi juga proyek moral dan afektif: ia membentuk cara manusia merasakan, mempercayai, dan berhubungan dengan dunia. Dengan demikian, “sekular” bukan sekadar kondisi sosial, tetapi cara menjadi manusia modern.

Relevansi untuk Dunia Kontemporer: Sekularisme dan Krisis Global

Formations of the Secular sangat relevan untuk memahami konflik modern antara dunia Barat dan Islam — dari perdebatan tentang jilbab di Prancis, hingga wacana “radikalisme” pasca 9/11.

Asad mengingatkan bahwa banyak ketegangan itu bukan karena “Islam menolak modernitas”, tetapi karena modernitas sekular Barat menolak mengakui keberagaman epistemologi dan moral di luar dirinya sendiri.

Dalam dunia di mana sekularisme sering dijadikan tolok ukur “kemajuan”, Asad mengajukan pertanyaan yang menggugah: Apakah kita benar-benar menjadi lebih rasional dan bebas, atau hanya berpindah dari dogma agama ke dogma sekular?

Penutup: Sekularisme sebagai Cermin Diri Modernitas

Formations of the Secular adalah karya yang tidak menawarkan jawaban sederhana, tetapi membuka horizon baru dalam memahami hubungan antara agama, modernitas, dan kekuasaan. Ia menantang pembaca untuk menyadari bahwa sekularisme bukanlah titik akhir sejarah, melainkan salah satu cara manusia modern menafsirkan dirinya sendiri.

Dalam tradisi intelektual kontemporer, karya ini menempati posisi sejajar dengan A Secular Age karya Charles Taylor dan Political Theology karya Carl Schmitt — namun dengan keunggulan unik: ia berbicara dari posisi dunia Islam yang selama ini menjadi objek wacana sekular, bukan subjeknya.

Bagi siapa pun yang ingin memahami politik modern, hubungan Islam–Barat, dan dasar-dasar epistemologi sekularisme, buku ini bukan sekadar bacaan, melainkan kunci untuk membongkar seluruh asumsi modernitas itu sendiri.***