S&P: Purchasing Manager’s Index Manufaktur Indonesia pada Oktober 2025 Meningkat

ORBITINDONESIA.COM - Standard & Poor's Global Ratings (S&P) melaporkan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2025 berada di zona ekspansif 51,2, meningkat dari 50,4 pada September.

S&P mencatat, laporan dari para responden menunjukkan bahwa aktivitas pasar domestik membaik, mendorong klien domestik untuk menambah pesanan. Kenaikan tersebut umumnya didorong oleh peningkatan pesanan baru, meski tertahan oleh lemahnya permintaan dari pasar ekspor. Perbaikan kondisi sektor manufaktur Indonesia semakin menguat pada awal kuartal IV-2025.

Menperin Agus Kartasasmita mengatakan, kenaikan PMI menunjukkan pemulihan industri manufaktur solid. Berdasarkan komponen pembentuknya, pesanan baru naik dari 51,7 menjadi 52,3, sedangkan tingkat ketenagakerjaan meningkat dari 50,7 ke 51,3. Ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan pasar dan kapasitas produksi industri nasional. 

Sementara Menkeu Purbaya mengeklaim kebijakan yang ia lakukan, berupa memindahkan dana Rp 200 triliun ke bank-bank BUMN, telah berhasil mengembalikan perekonomian ke arah positif.

Efek kebijakannya juga berdampak positif terhadap indikator lainnya, seperti Mandiri Spending Index (MSI) yang mengalami peningkatan, tren penjualan ritel yang meningkat, serta proporsi pengeluaran masyarakat yang juga mengalami peningkatan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, indeks harga konsumen (IHK) pada Oktober 2025 mengalami inflasi 0,28% secara bulanan (mtm), lebih tinggi dari September 2025 dengan 0,21% (mtm). Secara tahunan (yoy), IHK pada Oktober 2025 terjadi inflasi 2,86%, sedangkan secara tahun kalender (ytd) tercatat inflasi 2,10%.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan, kelompok pengeluaran penyumbang inflasi Oktober utamanya berasal dari perawatan pribadi dan jasa lainnya yang mengalami inflasi 3,05% (mtm), dengan andil 0,21% terhadap inflasi nasional.

Seluruh komponen mengalami inflasi, terutama didorong inflasi inti yang mengalami inflasi 0,39%, dengan andil 0,25% terhadap inflasi nasional. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah emas perhiasan dan biaya kuliah.

Lalu, komponen harga yang diatur pemerintah mengalami inflasi 0,10%, dengan andil 0,02% terhadap inflasi nasional. Komoditas yang dominan yakni sigaret kretek mesin dan tarif angkutan udara.

Sementara komponen harga bergejolak mengalami inflasi sebesar 0,03%, dengan andil 0,01% terhadap inflasi nasional. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi yakni cabai merah, telur ayam ras, dan daging ayam ras. ***