Resensi Buku Sustainable Energy Transition (2024): Menyatukan Energi, Ekonomi Sirkular, dan Keuangan Hijau
ORBITINDONESIA.COM- Dalam satu dekade terakhir, diskursus tentang transisi energi berkelanjutan tidak lagi cukup bila hanya berbicara soal teknologi bersih. Perhatian global kini mengarah pada bagaimana model ekonomi dan pembiayaan bisa menopang transformasi menuju masa depan hijau.
Buku Sustainable Energy Transition: Circular Economy and Sustainable Financing for ESG Practices (2024) yang ditulis oleh Vinay Kandpal, Anshuman Jaswal, dan sejumlah kolaborator lintas negara hadir sebagai jawaban atas kebutuhan tersebut.
Terbit pada tahun 2024 oleh Springer Nature, buku ini merupakan salah satu karya terlengkap yang mengaitkan tiga poros utama pembangunan berkelanjutan: energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan pembiayaan berkelanjutan (ESG Financing).
Ia berupaya menjembatani kesenjangan antara teori energi bersih dan realitas ekonomi-politik yang menentukan apakah transisi hijau bisa benar-benar terjadi atau hanya menjadi jargon kebijakan.
Kandpal dan Jaswal, keduanya berasal dari latar belakang ekonomi dan manajemen energi, menulis buku ini dengan semangat interdisipliner: memadukan analisis finansial, kebijakan publik, dan studi kasus sektor energi.
Hasilnya adalah panduan konseptual sekaligus praktis bagi akademisi, regulator, maupun korporasi yang ingin memahami bagaimana transisi energi dapat dibiayai dan dijalankan secara adil.
Struktur dan Isi Buku: Dari Teori ESG hingga Implementasi Finansial
Buku ini terdiri atas empat bagian besar yang saling terkait: Teori Transisi Energi dan ESG, Ekonomi Sirkular dalam Energi Terbarukan, Pembiayaan dan Investasi Hijau, dan Kebijakan, Kasus, dan Jalan ke Depan. Kita akan bahas 4 bagian tersebut:
1. Fondasi Teoretis: Menafsir Ulang Transisi Energi
Bab-bab awal menguraikan kerangka konseptual mengenai sustainable energy transition. Kandpal menjelaskan bahwa transisi energi tidak bisa dilepaskan dari tiga “pilar” keberlanjutan: Environmental, Social, & Governance (ESG).
Menurutnya, ESG bukan hanya alat ukur tanggung jawab perusahaan, tetapi sistem etika ekonomi baru yang harus menyertai investasi energi.
Bab-bab ini menyoroti bahwa masih banyak perusahaan dan lembaga keuangan yang melihat energi hijau hanya sebagai peluang profit, bukan transformasi nilai.
Di sini, para penulis menegaskan pentingnya alignment antara investasi dan dampak sosial-lingkungan agar transisi energi tidak menciptakan “kolonialisme hijau” — konsep yang juga disinggung dalam buku The Future of Just Transitions (McCauley dkk., 2024).
2. Ekonomi Sirkular sebagai Pilar Transisi
Bagian kedua memperkenalkan konsep ekonomi sirkular sebagai model ekonomi yang kompatibel dengan energi terbarukan.
Jaswal menulis bab yang menonjol berjudul “Circular Energy: Designing a Closed-Loop Resource Model”, yang menunjukkan bagaimana limbah industri dan residu biomassa dapat diubah menjadi sumber energi.
Salah satu contoh menarik datang dari India, di mana proyek biogas to hydrogen diuji sebagai upaya mendaur ulang limbah pertanian menjadi bahan bakar bersih.
Pendekatan semacam ini menunjukkan bahwa transisi energi tidak hanya tentang mengganti sumber daya, tetapi juga mengubah siklus hidup sumber daya itu sendiri.
3. Pembiayaan Berkelanjutan: ESG, Green Bonds, dan Investasi Impact
Inilah bagian paling kuat dari buku ini — di mana analisis ekonomi bertemu dengan idealisme lingkungan. Kandpal membedah instrumen keuangan seperti green bonds, carbon credit markets, dan impact investment, serta menilai efektivitasnya dalam membiayai proyek energi terbarukan.
Para penulis memperingatkan bahwa meskipun minat terhadap pembiayaan hijau meningkat pesat, banyak proyek energi masih terjebak dalam greenwashing — penggunaan label “hijau” tanpa dampak nyata terhadap pengurangan emisi.
Oleh karena itu, mereka menawarkan model Sustainable Finance Framework (SFF), yaitu skema evaluasi berbasis data ESG yang menilai proyek berdasarkan empat kriteria: keberlanjutan ekonomi, dampak sosial, efisiensi energi, dan sirkularitas bahan baku.
Bagian ini juga membahas peran lembaga keuangan internasional seperti IMF, ADB, dan World Bank, serta implikasi geopolitik transisi energi global terhadap pasar modal.
4. Kebijakan dan Kasus: Jalan Menuju Masa Depan Energi Adil
Bagian terakhir mengaitkan teori dan praktik. Kasus dari Uni Eropa, India, dan Asia Tenggara dijadikan studi untuk menunjukkan bagaimana kebijakan fiskal, regulasi karbon, dan insentif pajak memengaruhi keberhasilan transisi energi.
Dalam bab “South Asia’s Financing Gap in Renewable Energy Transition”, para penulis menunjukkan bahwa hambatan terbesar bagi negara berkembang bukanlah teknologi, melainkan keterbatasan akses pembiayaan jangka panjang.
Oleh karena itu, mereka menyerukan pembentukan Regional Green Investment Bank di kawasan Asia untuk mendukung proyek energi bersih skala menengah.
Buku ini berakhir dengan bab reflektif yang menekankan perlunya kolaborasi antara negara, swasta, dan masyarakat sipil untuk mencapai sustainable transition yang inklusif.
Kekuatan Buku: Integrasi Konsep dan Aplikasi Nyata
Kekuatan utama buku ini terletak pada kemampuannya menjembatani teori ekonomi makro dengan implementasi kebijakan energi. Kandpal dan Jaswal berhasil menggabungkan bahasa akademik dan bahasa bisnis secara elegan: setiap teori disertai data empiris dan contoh nyata.
Kelebihan lainnya adalah keberanian buku ini menyoroti sisi finansial yang sering diabaikan dalam literatur energi terbarukan. Ia tidak berhenti pada ajakan moral, tetapi menunjukkan bagaimana transisi energi dapat dibiayai tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi.
Pendekatan circular economy juga dipaparkan dengan sangat sistematis — tidak hanya dari sisi pengelolaan limbah, tetapi juga efisiensi rantai pasok, desain produk, dan strategi daur ulang energi.
Ini membuat buku ini cocok dijadikan rujukan untuk penelitian lintas disiplin: ekonomi, teknik energi, dan manajemen keberlanjutan.
Kelemahan Buku: Kompleksitas dan Bias Korporatis
Namun, ada beberapa kekurangan yang patut dicatat. Pertama, buku ini sarat dengan terminologi finansial seperti weighted ESG index, sustainability-linked bonds, dan carbon-adjusted ROI yang mungkin sulit dipahami pembaca tanpa latar belakang ekonomi.
Kedua, walaupun buku ini menekankan keadilan sosial, sebagian analisisnya masih terpusat pada kepentingan korporasi dan investor institusional.
Perspektif masyarakat akar rumput—misalnya petani atau komunitas lokal yang terdampak proyek energi—tidak banyak muncul.
Dengan demikian, buku ini lebih menggambarkan transisi energi dari atas ke bawah (top-down) ketimbang dari bawah ke atas (bottom-up). Namun, mengingat tujuan utamanya adalah membangun model ekonomi dan finansial, pendekatan ini masih dapat dimaklumi.
Relevansi untuk Indonesia dan Kawasan Asia Tenggara
Dalam konteks Indonesia, buku ini sangat penting untuk dua alasan.
Pertama, Indonesia sedang mendorong Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 20 miliar dolar AS, yang menuntut pemahaman mendalam tentang mekanisme pembiayaan hijau. Kandpal dan Jaswal menawarkan kerangka ESG yang dapat diterapkan untuk menilai efektivitas proyek-proyek ini secara finansial dan sosial.
Kedua, gagasan circular economy dalam buku ini sangat relevan untuk sektor industri dan pertanian Indonesia, di mana limbah biomassa dan sampah organik bisa diubah menjadi sumber energi terbarukan.
Buku ini juga membuka peluang diskusi tentang green financing roadmap nasional — bagaimana bank, BUMN, dan swasta dapat mengadopsi instrumen keuangan hijau tanpa terjebak pada simbolisme atau proyek jangka pendek.
Penutup: Membangun Fondasi Ekonomi bagi Transisi yang Adil dan Efisien
Secara keseluruhan, Sustainable Energy Transition: Circular Economy and Sustainable Financing for ESG Practices adalah karya monumental yang menggabungkan idealisme hijau dengan pragmatisme ekonomi. Ia menegaskan bahwa energi bersih tidak akan pernah berkelanjutan tanpa keuangan yang berkelanjutan pula.
Kandpal dan Jaswal menunjukkan bahwa masa depan energi bukan hanya soal panel surya dan turbin angin, tetapi juga tentang struktur insentif, instrumen keuangan, dan etika investasi.
Buku ini menjadi bacaan wajib bagi ekonom, perencana kebijakan, dan profesional ESG yang ingin memahami bagaimana energi dan uang bisa berjalan selaras menuju masa depan yang berkeadilan.
Dengan gaya tulis yang lugas dan berbasis data, buku ini memperlihatkan wajah baru ilmu keberlanjutan — bukan sekadar mimpi hijau, tetapi strategi hijau yang terukur, terencana, dan terintegrasi.***