Akuisisi 42 Jet Tempur J-10 dari China: Langkah Strategis Indonesia yang Menggema ke Indo-Pasifik

Oleh Satrio Arismunandar

ORBITINDONESIA.COM - Langkah Indonesia membeli 42 pesawat tempur Chengdu J-10 dari China bukan sekadar transaksi militer, melainkan pesan politik yang halus namun keras gema strategisnya. Selama ini, hubungan pertahanan Indonesia cenderung condong ke Barat—membeli F-16 dari Amerika Serikat, Sukhoi dari Rusia, dan kini, untuk pertama kalinya dalam skala besar, membuka gerbang ke Tiongkok untuk pengadaan jet tempur.

Keputusan ini mengguncang peta persepsi kekuatan di Indo-Pasifik. Washington, yang tengah bersaing ketat dengan Beijing dalam perebutan pengaruh di kawasan, tentu mencatat langkah Jakarta ini dengan saksama.

Antara Kemandirian Strategis dan Pesan Politik

Indonesia selama bertahun-tahun berupaya menegaskan politik luar negeri bebas aktif—tidak ingin terseret ke orbit kekuatan mana pun, baik AS maupun China. Namun dalam dunia yang kian bipolar, menjaga keseimbangan berarti juga berani bermain di dua kaki, dan inilah yang kini dilakukan Indonesia.

Dengan membeli J-10, Indonesia bukan hanya menambah kekuatan udaranya, tetapi juga menegosiasikan posisi tawar baru terhadap mitra-mitra Barat. Pesan tersiratnya: jika Washington terlalu lama menahan transfer teknologi atau mempersulit ekspor senjata, Jakarta masih punya alternatif lain yang siap menawarkan sistem senjata canggih dengan imbalan kerja sama ekonomi.

China paham betul arti simbolik ini. Bagi Beijing, keberhasilan menjual J-10 ke Indonesia berarti lebih dari sekadar kontrak ekspor—ini validasi bahwa teknologi militernya sudah cukup dipercaya oleh kekuatan regional besar seperti Indonesia.

Pandangan Washington: Antara Waspada dan Realistis

Dari kacamata Washington, langkah Indonesia ini menambah satu lapisan baru dalam dilema Indo-Pasifik. AS tentu tidak ingin kehilangan Indonesia—negara terbesar di ASEAN dan pemain kunci di jalur strategis antara Samudra Hindia dan Pasifik. Namun, ketertarikan Indonesia terhadap alutsista China menandakan bahwa Beijing berhasil menembus pasar pertahanan kawasan yang selama ini didominasi Barat dan Rusia.

Bukan tidak mungkin, AS akan merespons dengan memperkuat pendekatan diplomatik dan keamanan terhadap Jakarta—misalnya lewat peningkatan latihan bersama, atau penawaran teknologi baru seperti F-15EX dan sistem radar canggih.

Tapi di balik itu, ada kekhawatiran yang lebih halus: jika Indonesia mulai menggunakan sistem senjata China dalam skala besar, maka integrasi teknologi Barat (NATO-compatible) akan makin sulit. Itu bisa memengaruhi interoperabilitas dengan sekutu AS di kawasan.

Implikasi bagi Geopolitik Indo-Pasifik

Secara geopolitik, akuisisi J-10 menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain independen yang tidak mau dikurung dalam blok mana pun. Indonesia tampak ingin menegaskan peran sebagai penjaga keseimbangan (balancer) di antara kekuatan besar yang berebut pengaruh di kawasan.

Dalam jangka panjang, langkah ini juga bisa menjadi sinyal ke ASEAN bahwa kemandirian pertahanan tidak harus selalu berarti ketergantungan pada Barat. Jika China mampu memberikan transfer teknologi yang masuk akal, dan Indonesia berhasil mengoperasikannya secara efektif, maka Jakarta bisa memecahkan tabu lama: bahwa sistem senjata China tidak bisa diandalkan oleh militer profesional.

Namun tantangannya tidak kecil. Indonesia harus memastikan bahwa pembelian J-10 tidak hanya bersifat politik, tetapi benar-benar memberi nilai strategis dan operasional. Integrasi logistik, pelatihan pilot, hingga perawatan sistem avionik menjadi pekerjaan panjang.

Lebih dari Sekadar Jet Tempur

Akhirnya, pembelian 42 jet tempur J-10 bukan hanya tentang siapa yang menjual atau siapa yang membeli. Ini soal bagaimana Indonesia menegaskan dirinya di tengah rivalitas dua raksasa dunia. Di langit Indo-Pasifik yang semakin ramai oleh persaingan kekuatan besar, Indonesia tampaknya memilih untuk tidak sekadar jadi penonton—tetapi menjadi pemain yang menentukan irama.

Dan jika langkah ini dikelola dengan jernih—tanpa kehilangan arah dalam pusaran kepentingan global—J-10 bisa menjadi simbol dari Indonesia yang berdaulat dalam menentukan masa depannya sendiri.

Depok, 18 Oktober 2025

*Dr. Ir. Satrio Arismunandar, M.Si., MBA* adalah penulis buku dan wartawan senior. Saat ini menjabat Pemimpin Redaksi media online OrbitIndonesia.com dan majalah pertahanan/geopolitik/hubungan internasional ARMORY REBORN.

Ia saat ini menjadi Staf Ahli di Biro Pemberitaan Parlemen, Sekretariat Jenderal DPR RI. Juga, Sekjen Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA (sejak Agustus 2021).

Ia pernah menjadi jurnalis di Harian Pelita (1986-1988), Harian Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-2001), Executive Producer di Trans TV (2002-2012), dan beberapa media lain.

Mantan aktivis mahasiswa 1980-an ini pernah menjadi salah satu pimpinan DPP SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) di era Orde Baru pada 1990-an. Ia ikut mendirikan dan lalu menjadi Sekjen AJI (Aliansi Jurnalis Independen) 1995-1997.

Ia lulus S1 dari Jurusan Elektro Fakultas Teknik UI (1989), S2 Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional UI (2000), S2 Executive MBA dari Asian Institute of Management (AIM), Filipina (2009), dan S3 Filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI (2014). Disertasinya tentang perilaku korupsi elite politik di Indonesia dalam perspektif strategi kebudayaan.

Buku yang pernah ditulisnya, antara lain: Perilaku Korupsi Elite Politik di Indonesia: Perspektif Strategi Kebudayaan (2021); Lahirnya Angkatan Puisi Esai (2018); Hari-hari Rawan di Irak (2016); Mereka yang Takluk di Hadapan Korupsi (kumpulan puisi esai, 2015); Bergerak! Peran Pers Mahasiswa dalam Penggulingan Rezim Soeharto (2005); Megawati, Usaha Taklukkan Badai (co-writer, 1999); Di Bawah Langit Jerusalem (1995); Catatan Harian dari Baghdad (1991); Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia (Antologi bersama, 2018); Kapan Nobel Sastra Mampir ke Indonesia? (2022); Direktori Penulis Indonesia 2023 (2023).

Pernah mengajar sebagai dosen tak tetap di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), IISIP, President University, Universitas Bakrie, Sampoerna University, Kwik Kian Gie School of Business, dan lain-lain.

Kontak/WA: 0812 8629 9061. E-mail: sawitriarismunandar@gmail.com ***