Hustle Culture dan Dampaknya: Antara Produktivitas dan Burnout

ORBITINDONESIA.COM – Bekerja tanpa henti kini menjadi standar kesuksesan. Namun, di balik kemilau produktivitas, burnout mengintai.

Hustle culture mempromosikan kerja keras tanpa batas sebagai jalan menuju kesuksesan. Media sosial memperkuat tren ini dengan menggambarkan rutinitas yang padat sebagai sesuatu yang patut dipuji. Namun, tekanan untuk terus bekerja menyebabkan burnout, menggerus kesejahteraan mental dan fisik.

Burnout adalah kelelahan kronis akibat stres berkepanjangan. Menurut WHO, ini merupakan fenomena okupasional yang mempengaruhi 74% pekerja. Hustle culture yang menyamakan nilai diri dengan produktivitas membuat burnout hampir tak terhindarkan. Penelitian menunjukkan 60% pekerja merasa tertekan untuk lembur, mengikis batasan antara kerja dan kehidupan pribadi.

Hustle culture, meski menjanjikan kesuksesan, menuntut pengorbanan yang besar. Identitas yang terlalu melekat pada pekerjaan dapat menyebabkan hilangnya minat dan apati. Masyarakat harus mengubah pandangan bahwa kesuksesan hanya diukur dari produktivitas. Kesejahteraan harus lebih diutamakan daripada sekadar hasil kerja.

Hustle culture menyuguhkan janji manis sukses, tetapi dengan harga yang tak sepadan. Mengedepankan kesejahteraan di atas produktivitas adalah kunci. Mari kita ubah paradigma, karena hidup lebih dari sekadar rutinitas kerja. Bagaimana kita bisa mencapai keseimbangan ini?

(Orbit dari berbagai sumber, 26 September 2025)