Ramayanti: Pandangan Ki Hajar Dewantara dan Peran Seorang Guru
Oleh Ramayanti, S.Pd, SMP Negeri 1 Tukak Sadai
ORBITINDONESIA.COM - Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, mulai dari anak usia dini hingga pendidikan menengah. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pada Pasal 1 Angka 3 disebutkan bahwa profesional adalah pekerjaan yang menjadi sumber penghidupan dan memerlukan keahlian, kemahiran, serta kecakapan sesuai standar mutu tertentu. Artinya, selain sebagai profesi yang memberikan penghasilan, guru juga dituntut memiliki kualitas dan tanggung jawab moral yang tinggi.
Dalam perkembangannya, menjadi guru bukan sekadar menjalankan tugas mulia mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga berhadapan dengan perubahan pola pikir dan dinamika sosial yang cepat. Perbedaan sudut pandang antara guru, peserta didik, maupun orang tua sering memicu persoalan. Kini, guru dituntut untuk beradaptasi di tengah transformasi besar kehidupan tanpa kehilangan nilai-nilai luhur profesinya. Pada titik inilah, pemikiran Ki Hajar Dewantara menemukan kembali relevansinya.
Ki Hajar Dewantara dan Tantangan Guru di Era Digital
Pendidikan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pemikiran Ki Hajar Dewantara. Gagasan beliau tetap relevan hingga kini, bahkan akan terus menjadi pedoman di masa depan. Tiga semboyannya yang terkenal—ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani—bukan sekadar kata-kata indah, melainkan panduan sikap yang dapat diterapkan oleh setiap pendidik, baik di lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan sosial.
Makna ing ngarso sung tulodo mengajarkan bahwa guru harus menjadi teladan bagi murid. Segala perilaku dan tutur katanya akan menjadi contoh yang mudah ditiru. Di era digital, tanggung jawab ini semakin besar karena ruang gerak guru kini meluas ke dunia maya. Media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, atau YouTube menjadi ruang baru bagi guru untuk tetap menjaga keteladanan.
Prinsip ing madyo mangun karso menegaskan bahwa guru harus menjadi penggerak semangat di tengah-tengah peserta didik. Guru tidak cukup hanya hadir di ruang kelas, tetapi juga harus menjadi pendamping, motivator, dan inspirator dalam berbagai situasi. Guru yang mampu mendengarkan dengan empati akan lebih mudah menuntun peserta didik keluar dari masalah dan membangun kepercayaan diri mereka.
Sementara itu, tut wuri handayani bermakna bahwa guru harus tetap memberi dorongan meskipun tidak selalu berada di depan. Seperti orang tua yang mendampingi anak menuju kemandirian, guru juga berperan memberi ruang bagi murid untuk tumbuh dan berkreasi. Tidak ada istilah “mantan guru” atau “mantan murid”, karena hubungan keduanya bersifat abadi dalam perjalanan ilmu dan kehidupan.
Peranan Guru di Masa Kini
Menjadi guru berarti siap menjadi teladan. Dalam konteks kekinian, guru dapat diibaratkan sebagai influencer bagi murid-muridnya. Segala ucapan dan tindakannya berpengaruh tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi lingkungan sekitar. Murid belajar bukan hanya dari materi pelajaran, tetapi juga dari sikap dan kepribadian gurunya.
Guru perlu memahami perbedaan antara peran dan peranan. Peran adalah status formal yang melekat pada profesinya, sedangkan peranan mencerminkan tindakan nyata dan pengaruh yang diberikan kepada peserta didik maupun masyarakat. Guru yang berperan aktif bukan hanya mengajar agar murid berilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai adab, integritas, dan tanggung jawab.
Hakikat peran guru tidak banyak berubah dari masa ke masa, namun peranannya harus terus berkembang. Teknologi yang terus berinovasi—termasuk munculnya kecerdasan buatan (AI)—menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru. Penguasaan teknologi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan agar guru tetap relevan dan mampu menjadi pembimbing yang efektif di era digital. ***