Apakah Kebijakan Kerja Fleksibel di Inggris Memperburuk Ketidaksetaraan Gender?
ORBITINDONESIA.COM – Kebijakan kerja fleksibel di Inggris, yang diharapkan dapat mendukung kesetaraan gender, justru berpotensi memperburuk ketidaksetaraan tersebut.
Pada tahun 2014, pemerintah Inggris memperkenalkan kebijakan yang memberikan hak kepada hampir semua karyawan untuk meminta kerja fleksibel. Kebijakan ini awalnya diterapkan untuk mendukung pekerja mengatur waktu kerja sesuai kebutuhan pribadi mereka. Namun, sebuah studi baru menunjukkan bahwa kebijakan ini memiliki dampak terbatas dan bisa memperburuk ketidaksetaraan gender.
Data dari lebih dari 15.000 karyawan di Inggris antara 2010-2020 menunjukkan bahwa setelah kebijakan diterapkan, lebih banyak perempuan yang bekerja dengan jam kerja berkurang, seperti paruh waktu. Namun, hal ini tidak terjadi pada laki-laki. Penurunan tingkat stres dan peningkatan kepuasan hidup pada wanita lebih disebabkan oleh pengurangan jam kerja daripada fleksibilitas lain, menurut penelitian tersebut.
Menurut Heejung Chung, tanpa mengubah budaya kerja dan peran gender yang sudah terpatri, kerja fleksibel berisiko memperkuat ketidaksetaraan yang ada. Baowen Xue dari University College London menambahkan bahwa meskipun kerja paruh waktu dapat mengurangi beban jangka pendek, hal ini bisa merugikan keamanan finansial dan kesejahteraan jangka panjang perempuan.
Sementara kebijakan telah diperluas pada 2024 untuk memungkinkan permintaan kerja fleksibel sejak hari pertama bekerja, dampaknya baru bisa dievaluasi beberapa tahun ke depan. Ini mengundang pertanyaan terbuka: Apakah kebijakan ini akan benar-benar mendukung kesetaraan gender atau sebaliknya? Refleksi dan tindakan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan hasil yang diharapkan.
(Orbit dari berbagai sumber, 22 September 2025)