Menguak Ilusi 'Speak Up Culture' dalam Dunia Korporat Modern
ORBITINDONESIA.COM – Fenomena 'speak up culture' dalam dunia korporat tampak menjanjikan, namun apakah benar-benar efektif?
'Speak up culture' seolah menjadi solusi universal bagi perusahaan yang ingin terlihat progresif. Namun, kenyataannya banyak organisasi gagal menciptakan lingkungan yang benar-benar mendukung keterbukaan ini. Contoh kasus di Qantas, Boeing, dan ITN menunjukkan bahwa ketakutan akan pembalasan masih ada, membuat inisiatif ini tampak seperti janji kosong.
Masalah utama dari 'speak up culture' terletak pada asumsi-asumsi yang menyesatkan. Pertama, anggapan bahwa setiap individu merasa aman di lingkungan kerja mereka. Kedua, keyakinan bahwa semua orang memiliki keterampilan untuk berbicara. Ketiga, harapan bahwa penyelesaian dangkal seperti alat pelaporan anonim dapat menyelesaikan masalah mendasar. Tanpa keselamatan psikologis yang nyata, upaya ini cenderung gagal.
Mempromosikan 'speak up culture' tanpa membangun dasar yang kuat hanyalah ilusi perubahan. Kepemimpinan yang efektif harus dimulai dengan menciptakan lingkungan yang aman, di mana keberanian menjadi tidak diperlukan karena setiap orang merasa dihargai dan didengar. Ini bukan sekadar urusan slogan, tetapi mencakup pelatihan keterampilan komunikasi dan resolusi konflik yang intensif.
Untuk mengatasi ilusi 'speak up culture', perusahaan harus berfokus pada transformasi budaya yang mendalam. Keselamatan psikologis harus dirasakan oleh setiap individu, setiap saat. Hanya dengan demikian, kontribusi dan inovasi sejati dapat tumbuh. Mari kita beralih dari jargon ke tindakan nyata. (Orbit dari berbagai sumber, 21 September 2025)