Yani Nur Syamsu: Pembuktian Materiel Dokumen Bermasalah

Oleh Yani Nur Syamsu*

ORBITINDONESIA.COM - Polemik dugaan ijazah S-1 palsu presiden RI ke-7 H.Ir.Joko Widodo, sempat dihiasi perdebatan keras mengenai asas hukum “Actory In Cumbit Onus Probandi”. Pihak Jokowi mengartikan ini “Siapa yang mendalilkan, dialah yang wajib membuktikan,”. Sementara  pihak lawan menyatakan “Siapa yang merasa memiliki hak terhadap sesuatu, maka dialah yang wajib membuktikan”. 

Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mendaftarkan aduan masyarakat pada tanggal 9 Desember 2024. Diikuti tim Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM) yang mengajukan gugatan pada Senin tanggal 14 April 2025. Merespon hal tersebut, tim pak Jokowi melaporkan dugaan pencemaran nama baik di Polda Metro Jaya pada hari Rabu, 30 April 2025. 

Saat ini, berdasarkan berbagai informasi, barang bukti dokumen sangat penting itu beserta dokumen pembandingnya telah berada di Puslabfor Bareskrim Polri, sebagai penanggung jawab proses pembuktian materiel.

Dengan demikian sekali lagi Puslabfor yang mempunyai semboyan Sanyata Karya Dharma, memiliki kesempatan untuk membuat terang suatu perkara yang sampai saat ini masih sangat gelap. Kita semua mengetahui bahwa Pemeriksa Labfor telah berkontribusi signifikan terhadap pengungkapan kasus-kasus besar seperti Bom Bali, Angeline dan Jessica.

Pemeriksa dokumen memahami bahwa kasus ini memiliki beberapa karakteristik  yang berbeda dengan kasus non-dokumen, yakni : 

1. Tidak ada second opinion. 

2. Di antara ilmu-ilmu Forensik lain, Ilmu dokumen forensik ( khususnya tanda tangan forensik) merupakan ilmu yang paling diragukan keilmiahannya. Kesimpulan hasil pemeriksaan sepenuhnya ditentukan oleh kapasitas dan integritas pemeriksa, sementara alat instrumentasi betul-betul sekedar alat bantu.

3. Seseorang tidak mungkin merekayasa komposisi kimia dari urine, keringat, sperma dan air ludahnya, tetapi yang bersangkutan tentu bisa merekayasa tanda tangannya sendiri dengan niat jahat.

4. Kasus dokumen selalu melibatkan paling tidak dua pihak yang saling berhadapan. Satu pihak berlawanan dengan banyak pihak atau banyak pihak berhadapan dengan banyak pihak. 

5. Pemeriksa dokumen tidak boleh salah dalam mengambil kesimpulan pemeriksaan (Edward Sibarani, 1970). Kesimpulan yang salah mengakibatkan terjadinya dua jenis miscarriage justice, peradilan sesat, sekaligus. Pertama miscarriage justice positif yakni menghukum orang yang tidak bersalah. Kedua miscarriage justice negatif yakni membebaskan orang yang salah. 

Mengacu pada beberapa karakteristik khas tersebut para pendahulu Puslabfor mewanti-wanti kepada para pemeriksa dokumen untuk :

1. Berpegang teguh dan selalu berpijak pada kerendahan hati dengan terus belajar, belajar dan belajar.

2. Fokus pada materiel dokumen (bukti dan pembanding) abaikan siapapun yang berada di balik dokumen-dokumen tersebut.

3. Ketika melaksanakan tugas pemeriksaan perbandingan antara dokumen bukti dan dokumen-dokumen pembanding, libatkan pihak yang tidak mungkin melakukan kesalahan, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dengan demikian pemeriksaan dokumen tidak bisa dilakukan dengan tergesa. Konsep alon-alon waton kelakon adalah dalil operasional yang harus secara zakelijk dipegang teguh oleh pemeriksa dokumen. Intervensi dari pihak luar, bahkan dari pimpinan tertinggi sekalipun, adalah barang haram. 

Tahapan pemeriksaan awal yang sangat krusial adalah penentuan dokumen pembanding. Dalam kasus Ijazah Jokowi, dokumen-dokumen Ijazah pembanding bukan hanya representasi dari Fakultas Kehutanan UGM tetapi harus merupakan dokumen autentik yang mewakili UGM.

Dengan demikian “para” calon dokumen pembanding bukan saja Ijazah Kehutanan tetapi harus termasuk Ijazah S-1 non Kehutanan yang terbit pada pereode wisuda Nopember 1985.

Pemeriksa dokumen forensik pertama sekali akan melakukan pemeriksaan perbandingan terhadap masing-masing calon pembanding.

Elemen-elemen umum seperti ukuran kertas dan kenampakan di bawah sinar biasa, ultra ungu dan infra merah dengan berbagai sudut pencahayaan (dengan menggunakan alat Video Spectral Comparator) serta elemen-elemen khusus seperti tanda tangan Rektor UGM dan Dekan Fakultas Kehutanan, cap stempel dan meterei harus menunjukkan hasil identik diantara semua lembar (katakanlah 7 lembar) calon dokumen pembanding tersebut.

Jika ada salah satu saja dari elemen tersebut   “menyimpang” dari dokumen pembanding lain yang diyakini keasliannya maka dokumen itu akan disingkirkan atau dibebastugaskan dari “jabatan” sebagai dokumen pembanding.

Katakanlah 6 lembar calon pembanding lolos seleksi awal maka pemeriksa bisa menggunakan semuanya sebagai pembanding. Akhirnya satu dokumen ijazah S-1 milik pak Jokowi yang dipersoalkan (Questioned Dokumen) siap dibandingkan dengan 6 lembar ijazah pembanding (Known Dokumen).

Selanjutnya elemen-elemen dokumen yang akan diperiksa dan dibandingkan antara QD dan KD secara sangat cermat dan teliti adalah sebagai berikut :

1. Ukuran kertas Ijazah.

2. Berat dokumen.

3. Kenampakan dokumen dibawah sinar biasa, sinar tembus pandang, sinar ultra ungu dan sinar infra merah dengan berbagai sudut pencahayaan.

4. Bentuk/font dan ukuran dari huruf dan angka cetak pada dokumen.

5. Nomor blanko dokumen.

6. Nomor Ijazah.

7. Meterai

8. Cap stempel Fakultas Kehutanan UGM.

9. Cap stempel UGM.

10. Tanda tangan Rektor UGM.

11. Tanda tangan Dekan Fakultas Kehutan UGM.

Jika ada satu saja dari elemen QD tersebut diatas yang tidak identik dengan KD maka dapat disimpulkan bahwa QD adalah dokumen palsu.

Sedangkan apabila berdasarkan pemeriksaan non-distructive examination tersebut, 11 elemen dokumen adalah identik antara QD dan KD maka pemeriksaan masih harus dilanjutkan dengan Destructive examination. 

Dalam hal ini pemeriksaan dilaksanakan dengan memotong sebagian kertas dari QD dan salah satu KD untuk dianalisis komposisi kimianya.

Jika ternyata hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa bahan penyusun kertas QD dan KD baik secara kualitatif maupun kuantitatif adalah identik antara satu dan lainnya maka kesimpulan pemeriksaan adalah bahwa Questioned Dokumen (QD) atau dokumen Ijazah S-1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Joko Widodo yang dipersoalkan adalah dokumen Asli.

*Ir.Yani Nur Syamsu M.Sc adalah penulis Buku “GRAFONOMI: Menyingkap Kasus-Kasus Tanda Tangan Berat di Indonesia” (PT.Kanisius, 2017) dan Buku “FORENSIK: Ilmu dan Praktik Scientific Crime Investigation di Indonesia & Dunia Internasional” (PT.Kanisius, 2024). Pernah Bekerja di Laboratorium Bareskrim Polri. ***