Negara Darurat Dokumen Negara

Oleh Yani Nur Syamsu*

ORBITINDONESIA.COM - Dokumen negara berkaitan erat dengan kedaulatan, kehormatan, kewibawaan negara serta kepastian hukum bagi kehidupan warga negara. Jika banyak dokumen negara yang keautentikannya menjadi polemik dan perselisihan di antara para pihak dalam negara itu hanya berarti satu hal: negara sedang tidak baik-baik saja.

Ratusan eksemplar dokumen negara yang terbit sebagai alas hak atas tanah yang masih berupa air laut di perairan utara Tangerang berpotensi besar menimbulkan konflik antarpihak yang mempunyai kekuatan (politik dan ekonomi) yang setara.

Potensi gangguan kamtibmas ini jika tidak dimitigasi secara holistik akan bisa membuka peluang terjadinya kekacauan. Kompleksitas permasalahan mengakibatkan hanya Kepala negara yang kompeten untuk mencegah  kemungkinan itu menjadi kenyataan.

Pada tahun 2015, sebagai pemeriksa dokumen Laboratorium Forensik Cabang Denpasar saya menangani kasus satu obyek tanah yang memiliki dua sertifikat hak milik. Pemilik dokumen A adalah seorang pribumi pejabat tinggi di Bali, sedang yang empunya SHM B adalah  pengusaha level nasional yang kebetulan beretnis teonghoa.

Kasus dokumen memang selalu melibatkan paling tidak dua belah pihak yang saling berhadapan. Tidak jarang dibelakang dua gajah yang sedang berkelahi itu ada “dinosaurus” yang siap-siap turut ambil bagian. Makanya kepada para yunior pemeriksa dokumen saya sering wanti-wanti, dalam melakukan pemeriksaan pertimbangkan hanya kesimpulan teknis dan abaikan faktor non teknis.

Secara teknis suatu dokumen dikatakan asli apabila semua unsur yang meliputi blanko (termasuk produk cetak dan faktor pengaman yang ada pada blanko), cap stempel, segel, perangko dan tanda tangan-tanda tangan yang ada pada dokumen tersebut adalah autentik. Salah satu saja dari unsur-unsur itu tidak asli, maka dokumen tersebut harus dinyatakan palsu.

Hasil pemeriksaan yang kami lakukan terhadap dua dokumen negara tersebut diatas adalah bahwa semua unsur dokumen B adalah asli sedangkan dokumen A hanya blankonya saja yang asli.

Meskipun kasus dokumen negara palsu yang blangkonya asli baru sekali itu kami temukan, namun bagi kami tidak ada beban sama sekali untuk mengeluarkan berita acara pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti dokumen dengan kesimpulan bahwa barang bukti A adalah dokumen negara palsu dan barang bukti B adalah dokumen negara Asli. Yang kelihatannya agak kerepotan  adalah teman-teman penyidik yang baru berani/bisa menindak lanjuti kasus tersebut setelah sang pejabat tinggi lengser.  

Belakangan kita juga hanya bisa mengelus dada menyaksikan beberapa video di medsos yang menayangkan adegan (biasanya) ibu-ibu yang menangis mengadu kepada bapak presiden dengan mengibas-ibaskan sertifikat hak miliknya, dengan latar depan dan belakang beberapa aparat penegak hukum yang sedang melaksanakan eksekusi lahan dan bangunan yang menurut aparat pemerintah tersebut sesuai dengan perintah pengadilan.

Hari-hari ini para pejabat tinggi negeri dan seluruh rakyat Indonesia tengah dihebohkan oleh pagar laut Tangerang utara yang panjangnya setengah dari Panjang jalan tol Jagorawi. Yang lebih mengejutkan lagi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Ketua Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid mengakui bahwa pada wilayah pantai yang terpagar tersebut telah terbit secara resmi 263 eksemplar Dokumen Negara berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

Sebanyak 263 eksemplar dokumen tersebut menjadi alas hak terhadap bidang tanah (yang masih berupa lautan) masing-masing 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur (PT.IAM), 20 bidang milik PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) dan 9 bidang atas nama perorarangan. Sedangkan 17 bidang lainnya dialasi oleh 17 eksemplar Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perseorangan (Kompas.id. 20 Januari 2025. 14.59 WIB).

Dalam kesempatan siaran pers Rabu, 22 Januari 2025 di Tangerang, Menteri Nusron menekankan: ”Berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2021 selama sertifikat yang cacat prosedur dan cacat materiel tersebut belum berusia lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabutnya atau membatalkannya tanpa proses perintah pengadilan,” (ANTARA, 22 Januari 2025, 12.08 WIB).

Namun demikian apakah PT Agung Sedayu Group yang menurut penasiatnya (Muannas Alaidid) merupakan pemilik dokumen negara yang tercatat atas nama PT.IAM dan PT.CIS (CNN Indonesia, 23 Januari 2025 16:31 WIB) itu akan menerima begitu saja?

Muannas mengklaim bahwa ratusan eksemplar SHGB tersebut dimiliki oleh Agung Sedayu Group sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku. Ia menyebut ASG telah membeli dari warga dan dilakukan balik nama secara resmi.

”Apalagi SHGB di atas sesuai proses dan prosedur. Kita beli dari SHM milik rakyat dan dibalik nama resmi, bayar pajak, dan ada SK surat izin lokasi dan Persetujuan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut,” Jelasnya kepada CNN Indonesia (23 Januari 2025).

Begitulah, kita semua berharap jika nanti Menteri ATR/Ketua BPN betul-betul telah memutuskan pembatalan maka Aguan CS selaku pemilik ASG tidak melakukan perlawanan. Tetapi jika mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan maka persoalan menjadi jadi jauh lebih panjang dan rumit.

Konglomerat bukan kaleng-kaleng itu akan berhadapan dengan pemerintah (paling tidak dengan kementerian ATR/Ketua BPN karena instansi sangat terkait lainnya yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan masih bersikap “abu-abu”, paling tidak sampai RDP dengan DPR RI kemarin Menteri KKP masih menganggap bahwa pembuat pagar laut adalah masyarakat nelayan sendiri). 

Jika kasus tersebut masuk pengadilan maka dokumen-dokumen yang dipermasalahkan akan dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik Polri. Bisa dipastikan ratusan SHGB termasuk dokumen dokumen yang menyertainya seperti Girik, Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akte Jual Beli, Kwitansi Tanda Terima Pembayaran, Surat Tanda Terima Setoran Pajak Bumi dan bangunan adalah asli.

Karena tidak seperti SHM milik Petinggi tersebut diatas, proses penerbitan dokumen-dokumen milik Aguan CS itu sangat prosedural dan merupakan hasil kerja sama atau lebih tepatnya kongkalikong yang smooth dan sophisticated antara pemilik modal dengan aparat pemerintah terkait, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, Pemeriksa Dokumen Forensik melulu berurusan dengan pembuktian material dan tidak bertanggung jawab terhadap pembuktian formil. Sehingga ketika mereka menemukan bahwa blanko, cap stempel, segel, perangko dan tanda-tangan tanda tangan yang terdapat pada dokumen-dokumen bukti tersebut identik dengan unsur-unsur pada dokumen pembanding maka mereka akan dan harus menyimpulkan bahwa ratusan eksemplar dokumen bukti tersebut diatas adalah dokumen-dokumen negara Asli. 

Dengan mengacu pada kualitas sebagian hakim-hakim pengadilan saat ini, kita bisa menduga apa yang akan diputuskan oleh hakim ketika dokumen-dokumen itu dinyatakan asli oleh Puslabfor. Ujung kasus pun menjadi sangat sulit diprediksi. 

Terlebih lagi informasi terakhir memberitakan bahwa puluhan titik di seluruh Indonesia telah mengalami kasus serupa. Bahkan pejabat BPN Jawa Timur telah mengkonfirmasi bahwa terdapat 656 hektar laut wilayah Sidoarjo telah disertifikasi menjadi 3 eksemplar SHGB.

Dengan demikian tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa kehidupan jutaan nelayan Indonesia betul-betul sedang terancam justru oleh dokumen-dokumen negara. Dan beragam pertanyaan semakin menggema di dunia nyata dan terlebih di platform-platform media sosial: Apakah (rakyat) Indonesia sudah benar-benar merdeka dari penjajahan? Apakah aparat penegak hukum masih berfungsi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat atau sudah berubah fungsi menjadi pelayan pemilik modal?

Dari realita ipoleksosbudhankam saat ini, kita mencermati bahwa pergerakan dari darurat dokumen negara menuju darurat sipil hanya mungkin dicegah oleh Tuhan YME dan Presiden Republik Indonesia. Mari kita semua berdoa semoga Jenderal Haji Prabowo Subianto akan menepati janjinya, timbul dan tenggelam bersama seluruh rakyat Indonesia.

Amin ya Robbal’alamin !

*Ir. Yani Nur Syamsu, MSc., Director of Forensic Laboratory of Riau Regional Police of INP 2019-2022/Instructor of Philosophy of Scientific Crime Investigation and the Laws of Graphonomics. ***