DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Yang Benar dan Yang Keliru dalam Keputusan Kontroversial Danantara

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Dalam berita CNBC Indonesia (1 Agustus 2025), CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menjelaskan bahwa larangan tantiem bagi komisaris bertujuan menyelaraskan kompensasi dengan praktik terbaik dunia. Ia merujuk pada prinsip OECD dan menyatakan bahwa:

“Komisaris seharusnya hanya menerima pendapatan tetap, bukan variabel berbasis laba”, demi menjaga independensi pengawasan.

Pernyataan ini secara prinsip benar dalam konteks negara-negara yang menganut sistem One Tier Board, seperti Inggris dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Tentang Pemilu Curang, Efek Bansos, Sampai Hak Angket, Inilah Analisis Denny JA

Dalam model itu, non-executive directors sering kali hadir hanya sebagai pelengkap struktur, tanpa terlibat aktif dalam dinamika strategis.

Maka, pemberian tantiem kepada mereka memang dianggap menimbulkan konflik kepentingan.

Begitu pula, OECD Guidelines on Corporate Governance of SOEs (2015) menganjurkan agar pengawasan dijalankan dengan pendapatan tetap guna menjaga independensi.

Baca Juga: Hilangnya Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 dan Kisah 4 Presiden Menurut Analisis Denny JA

Namun, kebenaran ini tidak serta-merta valid bila diterapkan ke konteks Indonesia, yang secara yuridis dan kelembagaan menganut sistem Two Tier Board. Dan inilah akar perbedaan penting itu.

-000-

One Tier vs Two Tier: Dua Dunia yang Tak Sama

Baca Juga: Inilah Skenario Terbaik yang Bisa Diharapkan Indonesia dari Presiden Prabowo Subianto Menurut Analisis Denny JA

Untuk memahami kekeliruan dalam kebijakan ini, kita perlu membedah dua sistem arsitektur korporasi:

Halaman:

Berita Terkait